Wednesday, 9 October 2013

Thomas and friends adalah film kartun tentang kereta api, jaman kecilku dulu alih-alih hafal dengan nama tokoh-tokoh gerbong besi itu, melhat aneka kartun pun harus menunggu hari Ahad dan mengungsi ke rumah tetangga untuk melihatnya. Kereta adalah alat transportasi umum yang jarang aku naiki, padahal sejak dulu sudah pengen banget punya momen jalan-jalan naik kereta. Baru kesampaian deh hari ini. Solo-Tasikmalaya.

Di Indonesia, hari ini (4/10/2013) adalah hari keduaku menjelajah jawa dengan rute peninggalan Belanda, entah bentangan mana saja yang telah merenggut nyawa dan keringat nenek moyangku dulu, tak terkira bagaimana para pendahulu kita dikerjakan secara paksa, kerja paksa tanpa gaji, makanan dan kesehatan yang layak. Oh iya, aku lupa bahwa kita memang pernah hidup di zaman penjajahan, dan aku tidak mau mental terjajah itu menggelayuti cara berpikirku.

Eh tapi jangan salah, bukan berarti kita harus tunduk syukur cium tangan dengan belanda karena mereka telah memulai dan mengilhami adanya kereta api, penjajahan tetap penjajahan dengan alasan apapun ia harus dihilangkan dari muka bumi. Jangan berharap banjir bandang sekalipun ia mendatangkan lumpur kesuburan.

Keberangkatanku sebenarnya bisa dimmulai dari stasiun Sragen, tapi tiket yang dibeli menggunakan kereta api pasundan yang pada hari pemberangkatan mengalami kesalahan operasional, dan akhirnya tidak memungkinkan transit di stasiun Sragen. Jadilah tiket keberangkatanku diawali di Solo-Jebres. Setahuku, stasiun di Solo hanya ada dua, Purwosari dan Balapan. Sebenarnya aku sudah mulai curiga dengan penulisan tempat pemberangkatan, Jebres, bukan dua stasiun lain yang kukenal.

Dengan tetep percaya diri aku pun minta kakak mengantar ke stasiun, BALAPAN, dan waktu itu sudah menunjukan pukul 12.00, atau setengah jam sebelum pemberangkatan. Sesampainya di ruang tunggu Balapan, aku beranikan diri membuka obrolan dengan ibu-ibu disampingku, kemudian kutanyakan apa benar ini adalah stasiun pemberangkatan tiket yang aku beli. Seorang bapak-bapak di sampingku spontan mengatakan kepadaku bahwa Jebres dan Balapan adalah stasiun yang berbeda. Dengan sigap ia mengarahkanku ke Customer Service, dan benar saja, dari CS aku diarahan dengan cepat ke arah Jebres.

“Pak, Stasiun jebres pake ngebut, mepet nih”, si bapak ojek langsung mengiyakan, nggak tanggung-tanggung, ia pun menghidupkan kuda jantannya, Vixion. Keren nih, aku membatin. Dengan sigap dan terkesan yab-yaban bapak ojek mengemudikan kuda besinya, tapi memang ini yang saya maui. Hitungan menit aku pun sampai di Jebres. Alhamdulillah seperempat jam sebelum pemberangkatan.

Setelah memastikan jadwal tiket dan stempel pemeriksaan, aku pun memasuki ruang tunggu dalam. 5 menit setelah itu kereta pun sampai, Pasundan Express. Kerta nomor 130, seat 4-D. Seorang ibu terlihat menyesaki kursi dan area yang seharusnya bukan miliknya. Dengan ketusnya ia pun malah mengarahkan ke tempat lainnya yang kosong sekalipun tidak sesuai dengan jatah yang diberi.

45 menit pertama harus aku lalui dengan kepala terkatung-katung mengantuk dan tertidur. Pemberhentian pertama adalah stasiun Lempuyangan-Jogjakarta. Aku pun terbangun, melihat beberapa penumpang turun sekedar ingin menikmat udara luar, atau sekedar merokok. Karena sejak diberlakukan tidak boleh merokok di dalam ruangan gerbong, para ahlul hisab itu hanya mempunyai beberapa menit untuk beberapa hisapan.

Masih di Lempuyangan dan kereta berhenti, tiba-tiba ku lihat di pojokan gerbong depanku ada seorang ibu paruh baya yang menyodorkan amplop, entah apa yang ia katakan tapi orang yang dimaksud menolak pemberiannya. Tatapan mata keanehanku kepada mereka justru mengundang ibu-ibu muda itu beralih menawarkan amplopnya kepadaku, “Mas saya mau sedekah, boleh diterima ya?” aneh batinku, baru kutemukan orang yang memberikan uang sedekahnya kepada penumpang kereta. “Saya sedekah khusus buat musafir, kalau yang lainnya sudah”. Ya, dia mengkhususkan sedekahnya kepada Musafir, dan di hari Jum’at. Ia juga sempat mengucap bahwa sedekahnya diatasnamakan kepada ayahnya.

Pantas saja orang-orang di pojokan sana menolak, entah takut, bingung atau memang mereka non-muslim yang enggan untuk sekedar berinteraksi dengan ritual musim; doa, sedekah dan musafir.

2 orang disekelilingku masih bergeming ketika amplop uang itu diberikan kepada kita, aku pun mempertegas bahwa amplop ini tidak mensyaratkan timbal balik apapun. Tanpa harus berpusing-pusing, sedekahnya pun aku terima. Aneh memang, biasanya penumpang bersedekah kepada para peminta, tapi ini ada penumpang yang diberi sedekah oleh orang yang sengaja meminta doa para musafir. Semoga keluarganya dimudahkan, semoga ibu-ibu muda itu berjilbab dan diberi petunjuk untuk berIslam secara kaffah. 10.000 pemberian dia semoga memberi berkah.

(Tidak berurutan) Stasiun; Sragen – Jebres – Balapan – Lempuyangan – Prembun – Manonjaya – Tasik Malaya – Ciawi – Ciamis – Bandung – dst.


0 comments:

Post a Comment