Thomas and friends adalah film kartun tentang kereta api,
jaman kecilku dulu alih-alih hafal dengan nama tokoh-tokoh gerbong besi itu,
melhat aneka kartun pun harus menunggu hari Ahad dan mengungsi ke rumah
tetangga untuk melihatnya. Kereta adalah alat transportasi umum yang jarang aku
naiki, padahal sejak dulu sudah pengen banget punya momen jalan-jalan naik
kereta. Baru kesampaian deh hari ini. Solo-Tasikmalaya.
Di Indonesia, hari ini (4/10/2013) adalah hari keduaku
menjelajah jawa dengan rute peninggalan Belanda, entah bentangan mana saja yang
telah merenggut nyawa dan keringat nenek moyangku dulu, tak terkira bagaimana
para pendahulu kita dikerjakan secara paksa, kerja paksa tanpa gaji, makanan
dan kesehatan yang layak. Oh iya, aku lupa bahwa kita memang pernah hidup di
zaman penjajahan, dan aku tidak mau mental terjajah itu menggelayuti cara
berpikirku.
Eh tapi jangan salah, bukan berarti kita harus tunduk
syukur cium tangan dengan belanda karena mereka telah memulai dan mengilhami adanya
kereta api, penjajahan tetap penjajahan dengan alasan apapun ia harus
dihilangkan dari muka bumi. Jangan berharap banjir bandang sekalipun ia
mendatangkan lumpur kesuburan.
Keberangkatanku sebenarnya bisa dimmulai dari stasiun
Sragen, tapi tiket yang dibeli menggunakan kereta api pasundan yang pada hari
pemberangkatan mengalami kesalahan operasional, dan akhirnya tidak memungkinkan
transit di stasiun Sragen. Jadilah tiket keberangkatanku diawali di
Solo-Jebres. Setahuku, stasiun di Solo hanya ada dua, Purwosari dan Balapan.
Sebenarnya aku sudah mulai curiga dengan penulisan tempat pemberangkatan,
Jebres, bukan dua stasiun lain yang kukenal.
Dengan tetep percaya diri aku pun minta kakak mengantar ke
stasiun, BALAPAN, dan waktu itu sudah menunjukan pukul 12.00, atau setengah jam
sebelum pemberangkatan. Sesampainya di ruang tunggu Balapan, aku beranikan diri
membuka obrolan dengan ibu-ibu disampingku, kemudian kutanyakan apa benar ini
adalah stasiun pemberangkatan tiket yang aku beli. Seorang bapak-bapak di
sampingku spontan mengatakan kepadaku bahwa Jebres dan Balapan adalah stasiun
yang berbeda. Dengan sigap ia mengarahkanku ke Customer Service, dan benar
saja, dari CS aku diarahan dengan cepat ke arah Jebres.
“Pak, Stasiun jebres pake ngebut, mepet nih”, si bapak ojek
langsung mengiyakan, nggak tanggung-tanggung, ia pun menghidupkan kuda
jantannya, Vixion. Keren nih, aku membatin. Dengan sigap dan terkesan yab-yaban
bapak ojek mengemudikan kuda besinya, tapi memang ini yang saya maui. Hitungan
menit aku pun sampai di Jebres. Alhamdulillah seperempat jam sebelum
pemberangkatan.
Setelah memastikan jadwal tiket dan stempel pemeriksaan, aku
pun memasuki ruang tunggu dalam. 5 menit setelah itu kereta pun sampai,
Pasundan Express. Kerta nomor 130, seat 4-D. Seorang ibu terlihat menyesaki
kursi dan area yang seharusnya bukan miliknya. Dengan ketusnya ia pun malah
mengarahkan ke tempat lainnya yang kosong sekalipun tidak sesuai dengan jatah
yang diberi.
45 menit pertama harus aku lalui dengan kepala
terkatung-katung mengantuk dan tertidur. Pemberhentian pertama adalah stasiun
Lempuyangan-Jogjakarta. Aku pun terbangun, melihat beberapa penumpang turun
sekedar ingin menikmat udara luar, atau sekedar merokok. Karena sejak
diberlakukan tidak boleh merokok di dalam ruangan gerbong, para ahlul hisab itu
hanya mempunyai beberapa menit untuk beberapa hisapan.
Masih di Lempuyangan dan kereta berhenti, tiba-tiba ku lihat
di pojokan gerbong depanku ada seorang ibu paruh baya yang menyodorkan amplop,
entah apa yang ia katakan tapi orang yang dimaksud menolak pemberiannya.
Tatapan mata keanehanku kepada mereka justru mengundang ibu-ibu muda itu
beralih menawarkan amplopnya kepadaku, “Mas saya mau sedekah, boleh diterima
ya?” aneh batinku, baru kutemukan orang yang memberikan uang sedekahnya kepada
penumpang kereta. “Saya sedekah khusus buat musafir, kalau yang lainnya sudah”.
Ya, dia mengkhususkan sedekahnya kepada Musafir, dan di hari Jum’at. Ia juga
sempat mengucap bahwa sedekahnya diatasnamakan kepada ayahnya.
Pantas saja orang-orang di pojokan sana menolak, entah
takut, bingung atau memang mereka non-muslim yang enggan untuk sekedar
berinteraksi dengan ritual musim; doa, sedekah dan musafir.
2 orang disekelilingku masih bergeming ketika amplop uang
itu diberikan kepada kita, aku pun mempertegas bahwa amplop ini tidak
mensyaratkan timbal balik apapun. Tanpa harus berpusing-pusing, sedekahnya pun
aku terima. Aneh memang, biasanya penumpang bersedekah kepada para peminta,
tapi ini ada penumpang yang diberi sedekah oleh orang yang sengaja meminta doa
para musafir. Semoga keluarganya dimudahkan, semoga ibu-ibu muda itu berjilbab
dan diberi petunjuk untuk berIslam secara kaffah. 10.000 pemberian dia semoga
memberi berkah.
(Tidak berurutan) Stasiun; Sragen – Jebres – Balapan –
Lempuyangan – Prembun – Manonjaya – Tasik Malaya – Ciawi – Ciamis – Bandung –
dst.
0 comments:
Post a Comment