Gedung di kampus dengan singkatan UMSabah
“Ilmu itu ibarat binatang buruan, dan tulisan itu laksana tali kekangnya, maka ikatlah binatang buruanmu dengan tali yang kuat. Sungguh sangat bodoh sekali orang yang berburu kijang akan tetapi melepaskannya di belantara hutan”. Nasihat Imam Syafi’i di atas sekali lagi menggaung di ruangan pertemuan. Bp. Najamudin selaku pembicara pertama memberikan sambutan dengan hikmat dan secara langsung membuka acara kepenulisan Kelas Jurnalistik dengan tema “Santri Pun Bisa Menulis”.
Acara di atas diselenggarakan selama dua hari
berturut-turut, yaitu pada hari Sabtu dan Ahad, 11-12 Januari 2014. Latihan
kepenulisan ini berhasil dihelat berkat kerjasama antara LPIK UMS (Lembaga
Pengembangan al-Islam dan Kemuhammadiyahan) dan LP3M (Lembaga Pengembangan
Pondok Pesantren Muhammdiyah) tingkat Jawa Tengah. Kelas Jurnalistik tersebut
bertempat di aula LPIK UMS yang juga terletak di lantai dasar, satu gedung
dengan Fakultas Hukum. Aula tempat diselenggarakannya acara mempunyai tata
ruang dengan meja yang disusun melingkar-oval, hal ini memungkinkan semua
peserta saling berhadapan serta menjadikan ruang untuk dialog dan berinteraksi
lebih intens.
“Santri Pun
Pintar Menulis”. Dari tema yang ditampilkan tersebut sepertinya
penyelenggara ingin menggugah fakta dunia kepenulisan yang, seolah-olah selama
ini didominasi oleh orang ‘luar’, yaitu instansi-instansi pendidikan umum.
Santri selama ini dianggap kurang mempunyai peran signifikan dalam dunia
kepenulisan, entah sastra, jurnalistik, karya ilmiah maupun produk tulisan
lainnya. Perannya sementara waktu ini dipahami hanya dalam lingkup peci,
sarung, kitab Arab gundul dan fikih. Seolah-olah sensitifitas mereka terhadap
dunia sosial-kemasyarakatan kurang terdengar gaungnya.
Peserta yang dibidik oleh penyelenggara pelatihan memang
terbatas pada instansi pendidikan yang berafiliasi pada persyarikatan
Muhammadiyah, akan tetapi acara tetap menarik karena melibatkan berbagai elemen peserta didik yang variatif;
siswa-siswi SMP dan SMA berbasis pondok, mahasiswa berbasis pondok serta
beberapa pembimbing asrama pondok. Di hari pertama, acara diikuti oleh sekitar
30 peserta yang datang dari beberapa perwakilan daerah Muhammadiyah se-Jawa
Tengah. Peserta tersebut merupakan utusan dari instansi pendidikan berbasis
pondok yang bermacam-macam, seperti Pondok Darul Ihsan Muhammadiyah Sragen,
Pondok Muhammadiyah Kudus, Pondok Muhammadiyah Cepu, pesantren Shobron Solo,
Pesantren Mahasiswa KH. Mas Mansur, perwakilan PDM Pekalongan dan lain sebagainya.
Rentetan acara tersebut terdiri dari beberapa sesi.
Untuk hari pertama; [1] Ragam Tulisan dan Platform Media [2] Reportase dan
Penggalian Berita [3] Bahasa Populer yang Bernas [4] Cerdas Menggunakan Media
Sosial serta dilanjutkan praktek I. Di hari kedua acara dilanjutkan di jam yang
sama, 08.00 WIB, dengan tema praktek II dan evaluasi. Pemateri utamanya adalah
duet antara Mbak Niken dan Mas Syifa’ul Arifin, dimana keduanya merupakan
wartawan senior di SoloPos, koran terkemuka di kota dengan icon the Spirit
of Jawa. Dengan pengalaman jurnalistik selama 16 tahun-an di kantor redaksi
mapun liputan lapangan, para peserta dibuat selalu berdecak kagum dengan
penyampaian materi yang aplikatif dan tidak membosankan pada teori-teori saja.
Satu hal lain yang sangat menarik adalah, keberadaan panelis
yang terkesan tidak terjadwal. Panelis tersebut adalah Bp. Ma’arif, berumur 52
tahun, dosen Psikologi Agama Dan Penelitian Budaya. Hampir di setiap materi
yang disampaikan oleh kedua presentator di atas selalu diinterupsi oleh beliau,
berbekal kesenioritasan, pengalaman lapangan di LSM, intensitas yang akrab
dengan jurnalistik maupun dunia tulis-menulis lainnya, Bp. Ma’arif mencoba
untuk memberikan beberapa kritikan sekaligus apresiasi terhadap dua juniornya.
Hal itu sekilas memang terlihat seperti intervensi senior terhadap junior, akan
tetapi dalam forum tertutup seperti pelatihan di atas sepertinya malah menambah
suasana pelatihan terasa hidup, akrab dan aktif.
Pelatihan kepenulisan Kelas Jurnalistik ini memang dijadikan
sebagai dasar pengkaderan warga Muhammadiyah, khususnya dalam dunia
tulis-menulis bagi komunitas pesantren. Menurut Bp. Ma’arif, ke depan,
pelatihan intensif seperti ini akan dilanjutkan secara periodik 2-4 bulan
sekali dengan jenjang yang lebih tinggi. Jenjang penulisan yang dimaksud adalah
penulisan karya ilmiah atau bahkan tulisan-tulisan reportase yang berfungsi
sebagai investivigasi sebuah masasalah konflik, kriminalitas maupun lainnya.
0 comments:
Post a Comment