Tuesday, 14 January 2014

Gedung di kampus dengan singkatan UMSabah

“Ilmu itu ibarat binatang buruan, dan tulisan itu laksana tali kekangnya, maka ikatlah binatang buruanmu dengan tali yang kuat. Sungguh sangat bodoh sekali orang yang berburu kijang akan tetapi melepaskannya di belantara hutan”. Nasihat Imam Syafi’i di atas sekali lagi menggaung di ruangan pertemuan. Bp. Najamudin selaku pembicara pertama memberikan sambutan dengan hikmat dan secara langsung membuka acara kepenulisan Kelas Jurnalistik dengan tema “Santri Pun Bisa Menulis”.

Acara di atas diselenggarakan selama dua hari berturut-turut, yaitu pada hari Sabtu dan Ahad, 11-12 Januari 2014. Latihan kepenulisan ini berhasil dihelat berkat kerjasama antara LPIK UMS (Lembaga Pengembangan al-Islam dan Kemuhammadiyahan) dan LP3M (Lembaga Pengembangan Pondok Pesantren Muhammdiyah) tingkat Jawa Tengah. Kelas Jurnalistik tersebut bertempat di aula LPIK UMS yang juga terletak di lantai dasar, satu gedung dengan Fakultas Hukum. Aula tempat diselenggarakannya acara mempunyai tata ruang dengan meja yang disusun melingkar-oval, hal ini memungkinkan semua peserta saling berhadapan serta menjadikan ruang untuk dialog dan berinteraksi lebih intens.

 “Santri Pun Pintar Menulis”. Dari tema yang ditampilkan tersebut sepertinya penyelenggara ingin menggugah fakta dunia kepenulisan yang, seolah-olah selama ini didominasi oleh orang ‘luar’, yaitu instansi-instansi pendidikan umum. Santri selama ini dianggap kurang mempunyai peran signifikan dalam dunia kepenulisan, entah sastra, jurnalistik, karya ilmiah maupun produk tulisan lainnya. Perannya sementara waktu ini dipahami hanya dalam lingkup peci, sarung, kitab Arab gundul dan fikih. Seolah-olah sensitifitas mereka terhadap dunia sosial-kemasyarakatan kurang terdengar gaungnya.

Peserta yang dibidik oleh penyelenggara pelatihan memang terbatas pada instansi pendidikan yang berafiliasi pada persyarikatan Muhammadiyah, akan tetapi acara tetap menarik karena melibatkan  berbagai elemen peserta didik yang variatif; siswa-siswi SMP dan SMA berbasis pondok, mahasiswa berbasis pondok serta beberapa pembimbing asrama pondok. Di hari pertama, acara diikuti oleh sekitar 30 peserta yang datang dari beberapa perwakilan daerah Muhammadiyah se-Jawa Tengah. Peserta tersebut merupakan utusan dari instansi pendidikan berbasis pondok yang bermacam-macam, seperti Pondok Darul Ihsan Muhammadiyah Sragen, Pondok Muhammadiyah Kudus, Pondok Muhammadiyah Cepu, pesantren Shobron Solo, Pesantren Mahasiswa KH. Mas Mansur, perwakilan PDM Pekalongan dan lain sebagainya.

Rentetan acara tersebut terdiri dari beberapa sesi. Untuk hari pertama; [1] Ragam Tulisan dan Platform Media [2] Reportase dan Penggalian Berita [3] Bahasa Populer yang Bernas [4] Cerdas Menggunakan Media Sosial serta dilanjutkan praktek I. Di hari kedua acara dilanjutkan di jam yang sama, 08.00 WIB, dengan tema praktek II dan evaluasi. Pemateri utamanya adalah duet antara Mbak Niken dan Mas Syifa’ul Arifin, dimana keduanya merupakan wartawan senior di SoloPos, koran terkemuka di kota dengan icon the Spirit of Jawa. Dengan pengalaman jurnalistik selama 16 tahun-an di kantor redaksi mapun liputan lapangan, para peserta dibuat selalu berdecak kagum dengan penyampaian materi yang aplikatif dan tidak membosankan pada teori-teori saja.

Satu hal lain yang sangat menarik adalah, keberadaan panelis yang terkesan tidak terjadwal. Panelis tersebut adalah Bp. Ma’arif, berumur 52 tahun, dosen Psikologi Agama Dan Penelitian Budaya. Hampir di setiap materi yang disampaikan oleh kedua presentator di atas selalu diinterupsi oleh beliau, berbekal kesenioritasan, pengalaman lapangan di LSM, intensitas yang akrab dengan jurnalistik maupun dunia tulis-menulis lainnya, Bp. Ma’arif mencoba untuk memberikan beberapa kritikan sekaligus apresiasi terhadap dua juniornya. Hal itu sekilas memang terlihat seperti intervensi senior terhadap junior, akan tetapi dalam forum tertutup seperti pelatihan di atas sepertinya malah menambah suasana pelatihan terasa hidup, akrab dan aktif.

Pelatihan kepenulisan Kelas Jurnalistik ini memang dijadikan sebagai dasar pengkaderan warga Muhammadiyah, khususnya dalam dunia tulis-menulis bagi komunitas pesantren. Menurut Bp. Ma’arif, ke depan, pelatihan intensif seperti ini akan dilanjutkan secara periodik 2-4 bulan sekali dengan jenjang yang lebih tinggi. Jenjang penulisan yang dimaksud adalah penulisan karya ilmiah atau bahkan tulisan-tulisan reportase yang berfungsi sebagai investivigasi sebuah masasalah konflik, kriminalitas maupun lainnya.


0 comments:

Post a Comment