Saya menganggap kejadian di bawah ini sebagai
tes psikologis dan keimanan saya terhadap Allah. Bahwa segala sesuatu pasti
sudah Allah gariskan, dan dengan perhitungan-Nya akan ada dua kemungkinan, baik
dan buruk respon seorang hamba tatkala diuji (semoga bukan diazab) oleh
Pencipta; belajar mengimani takdir. Lebih dari itu, ternyata di satu peristiwa
tersebut Allah berkenan memberi ujian dahsyat lainnya, ujian keimanan, akankah
saya yang baru beberapa bulan pulang dari studi di Timur Tengah dengan mudah
begitu saja terjerembab dalam kubangan kesyirikan? J
__________________________________
Peristiwa tersebut terjadi pada tahun 21 Juli 2012,
atau adalah tanggal 1 Ramadhan versi Pemerintah, dan saya sendiri ketika itu
sudah mengawali puasa satu hari sebelumnya, ikut madzhab hisab Muhammadiyah J. Di hari tersebut, MBL (MBK – Mbak Ika,MBL
- Mbak Eli, MBV – Mbak Novi) sedang berada di RB. An-Nur karena sudah kontraksi
dan menginap di tempat tersebut sejak siang hari untuk menyongsong kelahiran
Arja Amareyn. Karena ada beberapa barang yang tertinggal dan perlengkapan
melahirkan lain yang dibutuhkan saya pun yang awalnya sekedar menjaga rumah di
Solo diminta untuk membawa perlengkapan tersebut dan mengantarkannya ke lokasi.
Lokasi RB. An-Nur sendiri terletak di Jalan
Pakel, atau gang disamping Fave Hotel ke arah utara, dari situ rumah bersalin
tersebut terletak di sebelah kiri. Dan Jalan Pakel sendiri merupakan batas
antara tiga kabupaten; Sukoharjo/Solo, Karanganyar dan Boyolali, terkenal
dengan Daerah Merah, alias daerah yang banyak terjadi kejadian kriminalitas,
karena letaknya di perbatasan, terasa mudah untuk mengoper-oper barang bila
terjadi razia oleh para polisi-polisi yang lemah dan tidak berdayaJ.
Saya tiba di tempat sekitar ba’da Isya’, saya
memasuki ruang MBL beristirahat, di dalamnya sudah ada si kecil Kuwaisy Amareyn
dan Mas Bims. Saya taruh beberapa perlengkapan yang diminta, setelah itu MBL
meminta untuk membelikan makan malam, beliau lebih memilih nasi kucing ala
angkringan ketimbang makanan berat lainnya, saya tidak membantah permintaan
Bumil tersebut dan bergegas mencari angkringan.
Yang saya tuju adalah angkringan di perempatan
Batas Kota, jalan Banyuanyar. Saya parkir MegaPro tersayang dan tertangguh,
tanpa mengunci stang dan tutup magnet tetap terbuka, sekilas beberapa pemuda
yang nongkrong di tempat tersebut saya lihat melirik ke arah sepeda saya. Dan
bisa jadi momen itu adalah trigger bagi para pencuri yang menetapkan asumsi
bahwa si pemilik motor pasti tidak menutup kunci magnetnya. Selesai keperluan
saya menujur rumah bersalin an-Nur.
Si Mega saya parkir tepat di depan halaman yang
sempit dan tepat di bibir gerbang. Saya masuk dan meninggalkan motor dalam
posisi stang terkunci tapi tutup magnet masih terbuka. Hitungan detik dan meni
pun berjalan. Saya perkirakan tidak lebih 10 menit saya keluar lagi dan
mendapati Si Mega telah tiada, saya paham logo sayap motor honda sama sekali
tidak membuatnya lantas terbang begitu saja. Secara feeling, saya masih bisa
menguasai keadaan dengan tenang, awal kehilangan memang seperti itu, tapi 2-3
hari setelahnya barulah saya sadar motor saya benar-benar hilang J.
Setelah belasan menit saya ngalor-ngidul di
sekitar gedung rumah bersalin Bidan Senior yang mempunyai RB tersebut mengajak
saya untuk menemui seseorang yang ia kenal dengan baik. Beliau sempat bilang “Ayo
mas tak jak, aku ndue kenalan karo wong sing biasa nangani ngeneki” (Ayo mas
saya ajak ketemuan sama seseorang yang saya kenal dan sudah biasa dengan
penanganan seperti ini). Saya mengiyakan ajakan tersebut, saya membatin mungkin
keluarga dia ada yang bekerja sebagai kepolisian.
Saya bersama Ibu/Nenek tersebut menuju arah
Fave Hotel, menyebrang jalan dan masuk gang sempit. Sepertinya tidak menuju
kantor polisi, tidak pula menuju perumahan mewah yang mungkin dihuni oleh
seorang polisi. Akhirnya kami sampai di pojokan gang sempit belakang Hotel
Sunan. Ternyata yang dituju adalah rumah kecil dengan ruangan yang dindingnya
terdapat poto seorang manusia tua dengan frame klasik tahun 60-70-an. Saya sampai
di rumah seorang dukun.
Saya membatin ‘jancuk’. Terjadilah tanya jawab
tentang nama, tanggal lahir dan hari lahir. Asem, jangkrik! Setelah berbasa-basi
tentang Gusti Yang Maha Kuasa bla bla bla, si Dukun memberi saya 2 carik kertas
yang telah ditulisi dengan kurva dan angka. Ia mengintruksikan agar kertas
lipatan pertama ditaruh di tempat dimana saya memarkir motor, kertas kedua agar
dimasukkan ke dalam gelas air minum, setelah itu airnya diminum sampai habis. Hehehe,
asu!
Saya pun pulang ke RB an-Nur, masih mboncengin
ibu tua yang telah menuntunku ke jalan kesyirikan. Sampai di RB saya masuk ke
kamar dan sekilas bercerita kepada kakak saya yang notabene paham tentang siapa
yang baru saja saya datangi. Si Ibu datang ke dalam kamar memberi 2 carik
kertas dan gelas Aqua, setelah itu dia keluar lagi. Apa yang harus saya lakukan
dengan kertas dan air dukun tadi? Dengan tanpa ragu saya membuangnya ke toilet.
Sebodoh-bodohnya saya insyaAllah tidak akan pernah melakukan praktik syirik
sedikit pun. Dan hal itu sangat konyol, mencari motor dengan acuan kertas dan
kurva yang tidak jelas, jin dan setan tidak akan menemukan apapun kecuali
dengan izin Sang Pemilik Segala.
Pagi hari saya menuju ke Polres Colomadu (bagian
dari kabupaten Karanganyar), seperti biasa, polisi melakukan wawancara, setelah
ditulis semua keterangan yang dibutuhkan polisi memberi surat keterangan
kehilangan dan berjanji jika nanti ditemukan kami akan diberitahu oleh pihak
kepolisian. Dari polisi tersebut saya mendapat keterangan bahwa pihak RB
sebenarnya sudah pernah diberi intruksi untuk memperkerjakan satpam atau tukang
parkir, atau paling tidak melengkapi area halaman yang sempit tersebut dengan
CCTV, karena sebelumnya di tempat tersebut juga pernah terjadi pencurian motor
yang sama. Para pencuri memang diuntungkan dengan letak RB yang dipinggir jalan
ramai dan banyak gang, plus minimnya perangkat keamanan.
GoodBye MegaPro! Welcome Verza!
0 comments:
Post a Comment