[Sholah Kaamil, awal Maret 08]
"Jangan pernah berharap untuk menjadi saya....!"
Lirih terdengar karena memang yang menyuarakan adalah seorang tua, tapi gaung di Sholah Kamil itu terasa tegas kala gendang telinga menangkap getaran suara tersebut. Sekilas mungkin akan terasa ganjil, kenapa tidak? Dikala kita melihat figur orang tersebut maka lintasan awal yg terbayang adalah ingin menjadi sosok yang disegani tersebut, bahkan moderator acara tersebut menggambarkan bahwa, saat kita mendengar nama orang itu maka gambaran dari agungnya universitas al-Azhar secara jelas kita terima di otak, karena memang dia dianggap sukses dengan segala bidang dakwahnya salah satunya karena dia adalah alumni univ tertua tersebut.
Dalam kesempatan itu beliau mengingatkan kita tentang seberapa besar dan bagaimana kita sesungguhnya harus bercita-cita. Point pertama dari tausiyah beliau adalah benar2 menekankan tentang pentingnya seseorang itu bercita2 dan bertarget. Dikatakan "Jangan pernah berpikir untuk seperti saya" karena memang alasan pertama beliau adalah, cita2 seseorang itu hendaknya lebih tinggi setinggi2nya dari cita2 yang biasa, target seseorang dalam membentuk dirinya hendaknya juga lebih jauh sejauh2nya dari target2 yang biasa. Karena selama seseorang mematok tujuan yang tinggi tersebut dia tidak selamanya tidak akan bisa untk mencapai tujuan tersebut secara "sempurna", seseorang itu akan selalu mendapat dibawah dari apa yang ia tetapkan dari target ataupun cita2. Seseorang itu harus menggantungkan cita2nya setinggi langit, tentu saja langit ke7 dan kalaupun ada langit ke10 maka 10 itulah yang menjadi target kita.
Kaitannya dengan ujian bisa sobat tebak sendiri bahwa, dari sekian banyak target ujian maka kita harus dengan jelas dan gamblang untuk menentukannya setinggi mungkin, target untuk mendapat predikat mumtaz bukanlah aib untuk dijadikan cita2 tertinggi bagi "semua orang", mempunyai cita2 untuk mumtaz bukan hanya hak bagi mereka yg dulunya pernah mumtaz juga, kit ayang mungkin pernah gagal sekalipun juga berhak untk meraih predikat atau bahkan lebih jauh daripada itu. Sekali lagi, kita benar2 tidak akan pernah mendapat hal tretinggi itu, bukan asumsi pesimistis tapi karena manusia memang banyak mempunyai kekurangan, toh juga tatkala kita mencitakan langit ketujuh kalau seandainya kita tidak dapat mendapatkannya maka minimal langit keenam atau kelima kita dapat.
Lebih dari itu beliau memang benar untuk berkata "Jangna pernah berharap untuk menjadi seperti saya". Sobat, zaman selalu bergerak, waktu juga akan terus berputas bertambah dari detik-menit-jam-hari-pekan-bulan.......dan kesemuanya itu bisa dinamakan dengan "perubahan". Segala yang ada dibumi ni selalu berubah, keadaan, lingkungan, alam, cuaca dan tak pelak juga adalah miliu keintelektualan.
Kalau kita jujur dalam menilai perubahan itu maka dia tidaklah jauh dari 2 kategori ini "Kemajuan dan Kemunduran", Sekali lagi bila kita jujur dan dengan tegas menentukan keputusan perubahan itu maka hanya daa dua pilihan diatas.
Tahun 60-an mungkin era dimana seorang besar Quraish Syihab memerankan proses jadi sebagai seorang penuntut ilmu, dari proses jadi tersebut lahirlah beliau yang sekarang. Dan, hingga saat ini adakah sosok yang melebihi beliau dari kapability keilmuan dan keprodukfitasannya. Kalau zaman beliau dulu semua fasilitas atau penunjang pendidikan lainnya sangat terbatas dan tidak "wah" dibanding dengan yang kita rasakan hingga saat ini maka, "nilai lebih" apa yang seharusnya generasi ini persembahkan sebagai duta bangsa, sebagai pelopor "umat". "....Jangna pernah berharap untuk menjadi saya" adalah kalimat yang pas dari seorang tua untuk mereka yang mempunyai masa muda, tidakkah kita ingat barisan bait dari almarhum Ust. Ali Syarqawi di aula pondok kita "Guru yang baik adalah yang mempunyai murid yang lebih baik", para pendahulu kita sedemikian rupa mewarnai kain kanvas pendidikan dan pergerakan Islam di tanah air maka......."nilai lebih" apa yang seharusnya kita persembahkan wahai teman.....? Suatu pertanyaan yang tidak membutuhkan jawaban, namun dia sarat untuk dijadikan perenungan. [Alamin Rayyiis
Monday, 31 March 2008
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
"Guru yang baik adalah yang mempunyai murid yang lebih baik"
ReplyDeleteSubhaanaloh, Menurut saya, yang lebih hebat lagi dari Al Mukarom Ustadz Quraisy Shihab adalah para gurunya karena telah melahirkan ulama sekaliber beliau
hehehe...............betul kok Bu.....moga aja kami sebagai murid dari segala guru bisa begitu....!
ReplyDeleteAmin,..
ReplyDeleteItu yang menjadi daya tarik beliau, tantu dari keteguhannya beliau dalam mencari ilmu, tak kata yang tak berguna..Makasih ya, walau pun saya tak datang ke Shalah Kamil, namun berasa hadir disana, dan mendengar ucapan beliau. Satu hikmah pula yang bisa ditarik ketika Maulid Nabi di Masjid Cairo, beliau mengajak kita untuk mensikapi Pelecehan terhadap Nabi dgn Arif dan penuh kekuatan Islam..silahkan dilihat di You tube, saya bagi menjadi 4 bagian..
ReplyDeleteMaaf mungkin terlalu panjang..
Ga pa pa kok mbak.....
ReplyDeleteMaaf semuanya......banyak postinganku ya kalau dilihat dari sudut editorial banyak salahnya, banyak pengulangan kata lah, salah tulisa lah.....dll, ga sempet ngedit jekkk, soale ini kan tulisan ringan, curhat gitu loooh......:D,
Wahhh sampean temen di Kairo juga to, assalam alaikum buat sampean, salam Duta Bangsa.....:D !
Wa'alaikumsalam warohmatullah...
ReplyDeletetak apa kok ..
Malah seneng tahulah sedikit gaya penulis yang biasa nulis..he he he
Soal e ngaku sendiri saya tak kuat untuk nulis banyak2 maklum dah umur dan kurang elmunya..
Soal e lagi yang biasa dilihat hanya panci dan teman temannya ...
Sepuro ne njih nek misal e ngga nyambung maklum saya dah ibu2...
Oooo ya Bu....tadi dah berkunjung kok di rumah MP-nya, boleh dunk kapan2 berkunjung ke rumah Dokkinya........:D
ReplyDeleteMasalah panci dan penggorengan saya juga biasa kok.......hehehehe......maklum mahasiswa :-P
Alhamdulillah..
ReplyDeleteAhlan kalau mau datang ke Dokki..
Hanya saya walau ibu2 dah biasa di panggil mbak, (Kok sampean jadi nyebut ibu, kan tadi dah bilang mbak, ngga apa apa lho, malah berasa ABG terus..) makasih ya..
Bukannya biasa ke Restoran Indonesia, kan banyak restaurant di sana..(Tinggal di mana ??)
Saya anak baru tinggal di Rab'ah Adawiyah, pas depan sekolahan El-Mustaqbal. Klw denger Dokki inget rumahnya Pak Mukhlason/ Bu Rahayu, Bu/ Mbak.....hehehehehe. Wah klw restorant indo ga ada blas, adanya VALAS rumah makan wong Thailand.
ReplyDelete