Im sama Gobe start dari PCIM tepat setelah dhuhur, rute biasanya yang pernah im jalani kalau ke Tahrir (tempat KBRI yang tidak jauh dari pinggir sungai Nil), naik tramco dari Rab’ah El-Adawiyah (rumah im) – Ramses dan dilanjutkan dengan metro anfaq jurusan Tahrir, so dari mahathah metro kita bisa hanya dengan jalan sembari menikmat pemandangan sungai Nil atau naik tramco kalau mau cepet.
Tapi kali ini im dapat solusi baru (baru tau tepatnya...:-D), soalnya di daerah Rab’ah atau Makram ternyata banyak tramco menuju Tahrir langsung, dan ga usah repot-repot oper tiga kali.
Sesampai di mahathah Tahrir kita jalan sebentar sampai di pinggir Nil, sembari nunggu tramco yang ke arah KBRI kita ketemu sama orang wafidin juga.
“Maliziy...” Sapa orang tersebut kepedean.
“La’ah ihna musymalizi, Indunisiy...” Dengan gaya bangga menjadi anak rantau Indonesia, im ralat sapaan orang tersebut.
“Ayyuwah, li shohib katsir min Indunisiy, fi ismuhum Ahmad Fauzi wa aidhon... bla bla bla..” Wah, im mah asal na’am na’am dan ayyuwah aja, asal nyebut nama Ahmad Fauzi agi, im kan ga konek, banyak nama Ahmad di Indo, apalagi di Kairo, kalau ga Ahmad, Muhammad, paling-paling nantinya Mahud.
Tapi ada yang aneh ketika ana simak obrolann si Umar, nama orang itu, tumben-tumbennya im paham bahasa dia. Ternyata emang bener, dia ngomongnya bahasa arab fusha n bukan amiyah Mesir. Jadi curiga deh im ngobrol sama orang mana neh, dan ternyata setelah tanya-tanya, dia dari Turki (Turke: sebuah nama negara yang kadang sama Masisir dibuat kelakar ketika nyari musa’adah, Turis Kere, ya kite-kite).
Si Umar selanjutnya bercerita tentang dirinya. Dia lulus dari Azhar mengambil jurusan Lughoh Arabiyah tahun 2002, selanjutnya dia kerja di sebuah perusahaan yang mengolah biji-bijian sembari memeperlihatkan buku profile perusahaannya. Dia sekarang mau menuju Syirkah Tijarah, barangkali untuk mempromosikan perusahaan yang ia geluti.
Lebih dari itu yang bikin im heran, si Umar dengan mudahnya menceritakan tentang background keluarganya. Dia menikah (ga tau sih persisnya, so baca aja: berhubungan) dengn seorang wanita asli Turki tapi tinggal dan berkewarganegaraan Jerman kira-kira setelah dia lulus dari Azhar, dan sudah mempunyai anak berumur 6 tahun, yang buat dahi ana berkerut lagi ternyata dia juga cerita tentang dirinya yang mau cerai sama istrinya yang tadi, persoalan kayak gini kok diceritain ke im to mas mas, batin im.
Ga tau persis yang ia bicarakan, yang penting dia terus ngomong bla bla bla, sampai ana juga pusing mendengar cerita selanjutya. Dia nikah diniy tahun 2005, tapi dia udah punya anak umur 6 tahun, bukannya sekarang masih tahun 2008??? Wah.. bisa jadi yang ia maksud dengan nikah diniy adalah walimahannya, atau bisa juga anaknya adalah anak adopsi, berperasangka baik aja deh.
Hmmm.... im ga mau ambil pusing cerita dia, si Gobe juga udah ngebet pengen cepet-cepet ke KBRI, im pun pamitan sama dia pengen pergi duluan. Ga taunya sama dia disuruh bareng aja, sembari ngabisin sebatang Marlboro kita disuruh nunggu taxi. Jret, taxi pun datang, setelah taxi mengantar Umar ke tujuannya, taxi balik untuk selanjutnya nganter kami ke KBRI, 20 pound ia bayarin buat taxi, nominal yang lumayan tapi, untuk ukuran orang yang baru kenal, im cukup heran juga.
Sampai di KBRi kita menunggu sebentar di loket hingga akhirnya surat proposal pun selesai kami titipkan sama salah seorang recepsionis, dan kita pulang. Sembari menuju mahathah kami menyusuri pinggiran sungai Nil, sambil makan lib abyadh (Semacam kwaci di Indonesia) kami duduk bentaran di pinggir sungai.
Lantaran ada tampang turis...hwehehehe... ada aja orang yang nyapa dan pengen ngobrol sama kita. Kali ini orang Mesir asli tapi tinggalnya di Denmark, dia lagi kangen sama Mesir makanya liburan kali ini dia jalan-jalan di Nil. Sambil memperlihatkan visa, dia juga bilang kalau Idhul Adha kali ini mau ke Jakarta.
Dan, yang ga habis pikir juga, tanpa kami tanya, kok tiba-tiba dia juga cerita tentang keluarganya, dan juga tentang perceraian istrinya yang belum lama ini ia lakukan, tanpa sebab yang pasti kami ga mau nanya lebih lanjut, takut nyinggung perasaan, hwehehe sok sok-aaaan.
Tak lama kemudian setelah kwaci kami habis, kami pamit untuk segera pulang, sambil jalan nyari kendaraan, im sama Gobe geleng-geleng kepala sendiri. Kok, bisa-bisanya hari ini kita dapat ketemu sama orang-orang yang demen cerai, dari orang Turki yang aura kesekulerannya masih kentara banget, walaupun ketika ana tanya si Umar dia juga ga setuju tentang kesekuleran Turki. Tambah lagi orang kedua yang lagi-lagi juga cerita tentang perceraian keluarganya.
Sambil berkelakar ringan im sama Gobe nyoba ngambil hikmah.
“Be, mungkin aja maksud Allah nemuin kita berdua sama dua orang yang demen cerai karena Allah pengen ngingetin kita kali ye? Agar kelak ketika kita punya istri (cie cie cie.... Min min...) kita bener-bener menemukan jodoh yang di dunia dan akhirat”
Hmmm, aneh yah, kok pada ngomongin cerai???
gw nggak ngomongin loh :-P hehehe
ReplyDeletekwewekekkee............. gw ga nuduh sampean kok :D
ReplyDeleteYa Allah berikan kami Istri yang Sholehah...Amin kan donk mas Amin !@
ReplyDeleteya ya sama sama mengamini sama-sama kita mendakan :D:D:D
ReplyDelete
ReplyDeleteQ jg bru cerai min...
:(
mas rijal, serius sampean??
ReplyDelete