Thursday, 13 August 2009

Tepat hari senin malam im and temen 'kongkow' yang ketika itu hanya tiga orang membincang masalah-masalah ringan tentang kesibukan musim panas. Im yang pimred majalah berangan-angan untuk sekedar memanjakan diri sejenak, mengambil nafas di alam bebas tanpa kesibukan apa pun. Ustadz Musyaffa' pun mengiyakan saja. Dan bahkan ke depan kita punya agenda untuk jilsah di hadiqah atas usulan yang saya ajukan.

Siang hari senin setelah malam sebelumnya im menyatakan untuk memanjakan diri, telepon berdering. Alhamdulillah telepon tersebut bukan dari organisasi, jadi bisa dipastikan bukan tentang buat janjian ketemuan untuk membahas problem lagi. Telepon tersebut datang dari guru ngaji tahsin, Ustadz Arif Wardhani. Isi obrolan persis dengan apa yang im malam kemarin inginkan, jalan-jalan atau rihlah. Dengan nada cepat dan terkesan terburu-buru beliau menawarkan ngeteng ke Matruh, wah tepat sekali batin im, tanpa ragu lagi im mengiyakan ajakan ngeteng ke propinsi terluas di Mesir tersebut.

Saking terburunya beliau menyarankan untuk ga pakai mandi atau kepentingan ecek-ecek lainnya, batin im seh iya iya aja biar cepet walaupun aslinya setelah telepon ditutup im sempetkan untuk mandi, dan bahkan gw nyamperin PCIM dulu buat nganterin uang pendaftaran anggota untuk registrasi rihlah maktabah yang diadakan oleh PCIM bekerjasama dengan PMIK.

Rute 1:
Akhirnya im naik tramco jurusan Ramsis lantaran Ustadz Arif sudah menunggu sejak jam 1 siang, sedangkan jam segitu im baru naik menuju tempat yang dijanjikan. Jret... anggap aja im dah sampai. Bertemu di masjid Alfath Ramsis, im dapat teguran, katanya hampir 1 jam beliau menunggu, "hhwehehe ya ma'alisy aja lah, tramconya tadi muter-muter ga jelas", gw berdalil.

Rute 2:
Kami berdua akhirnya segera menuju tempat bis yang lagi ngetime di pojokan mahattah. Mmm... namana lupa, tapi kayaknya bus tersebut berwarna dasar putih dengan list biru di tengahnya. Im masuk bis pukul 2 siang. Diperkirakan jadwal keberangkatan 45 menit lagi. Eh tak taunya molor hingga pukul 3.30 kita baru chaw keluar dari Kairo. Tiket kami bayar di dalam bis dengan harga 20 pond perorang. Mengingat perjalanan yang bakal diperkirakan memakan waktu 3 setengah jam, maka kami prediksikan waktu kedatangan pukul 7.30 di Alexandria....aaaa. Em... entah ada apa di Alex sana, tapi pastinya ketika mendengar kota tersebut gambaran keindahan klasik dan modern begitu nyata di ukiran otak bagian kanan.

Dus, bus yang kami tumpangi chaw meninggalkan kota Kairo. Sedikit di awal perjalanan terjadi busy trafic jam, macet, zahmah. Hwehehe bentar yah, kita cerita dulu komposisi manusia yang terjebak di bus tersebut. Hanya kami yang orang ajnabi, lainnya Mesir semua. Ada cowok cewek Mesir. Tapi yang menarik adalah ketika akhirnya kenalan dengan anak kecil lucu, namanya Bizu. Bisa dipastikan bukan nama Islam karena emang dia beserta keluarga adalah orang Kristen, terlihat dari ibu dan kakak ceweknya ga pakai kerudun sering nglirik im, gr dikit ga masalah kan??? Ada satu lagi keluarga kristen, kebetulan ibu dan anaknya juga ga pakai kerudung, kami sekedar menyatakan bahwa di awal tadi bertanya tentang kepastian pembayaran tiket bis, di dalam bis atau di loket bis. Ada juga nenek-nenek, orang tua umuran 40-56-an. Yang paling berkesan di awal perjalanan adalah ketika ada pemuda lagi merokok di bagian belakang, dasar orang katrok kelihatan dari penampilannya yang sok macho, untungnya ada orang Mesir yang menegurnya agar tidak merokok di ruangan ber-AC.

Di tengah perjalanan pemandangan indah dibuka di daerah Imbabah. Daerah yang bisa dikatakan daerah pertanian. Karena di sekeliling im banyak ladang terhampar. Kebanyakan tanaman jagung dan rerumputan sejenis kolonjono, rumput yang terlihat rapi sepertinya emang disengaja untuk makanan ternak. Sejenak ngingetin kami dengan pemandangan tanah air Indonesia.

Perjalanan berlanjut, kadang hanya diselingi dengan hamparan luas gurun pasir yang tandus dan panas, tetapi di tempat lain im repect sama pemerintahan Mesir akan adanya usaha untuk penggemburan gurun tersebut. Tak heran bila diantara negara Afrika lainnya Mesir menjadi andalan dalam masalah pertanian diantara mereka. Tak habis pikir, gurun yang segitu luasnya dan panas sedikit demi sedikit ditanami dengan pohon-pohon khas tropic.

Entah di daerah mana, pastinya im melihat pemandangan yang lebih seru dari ladang Imbabah di awal perjalanan tadi. Ladang pertama hamparan jagung lagi, dilanjutkan dengan jeruk nipis, mangga, disela-sela ladang ada juga tanaman khas Arab, kurma yang bergelantungan. Ada juga jejeran pisang yang lagi tunas setelah ada sisa pembakaran induk yang telah menghasilkan buah. Di perkebunan tersebut terdapat taman indah yang dibuat untuk penduduk setempat atau para pelancong yang ingin melepas lelah setelah lamanya perjalanan. Perkampungan penduduknya mengistilahkan gerbang disetiap pintu masuk dengan qaryah, qaryah athfal, asad dll.

Detik-detik masuk Alexandria rawa-rawa menyambut bis yang kami tumpangi, persis seperti tahun kemarin ketika im pertama kali melayat Alex, rawa tersebut mengeluarkan bau amir lantaran air menggenang yang tidak mempunyai jalan keluar. Sebagian penduduk mengayuh kapal kecil yang di daerah ana diistilahkand engan gethek. Walaupun baunya persis seperti kolam lele im dulu, tapi yang menarik perhatian kami adalah jalanan panjang ditengah-tengah rawa ini. Serasa indah kanan kiri jalan digenangi air.

Seperti yang im perkirakan, setelah periode rawa-rawa psti akan berjejer market-market kelas national Mesir ataupun iternational, dan itu pertanda bahwa kota Alex sedikit lagi. Sopir bus yang kami tumpangi sedari awal sudah mengingatkan tentang Mauqif Awal, terminal pertama di pintu masuk kota, kami terkesan acuh dengan suara tersebut dan lebih enjoy dengan perjalanan yang tengah memasuki pusat kota. Dan benar kereta kambing yang menyalami kedatangan kami di pinggiran kota. Alex adalah kota indah. Jalanannya teratur rapi, kebersihan di taman dan jalanan kota juga lebih bersih. Pantas dan im rela-rela aja kalau kota ini dinamakan dengan AEXANDRIA, keindahan tatanan kota diimbangi pinggiran pantai laut Mediterania.

Pukul 7.30 sore pas kami sampai di mahattah akhir di pusat kota. Waktu ashar tinggal 30 menit lagi, awal kami bertemu dengan seorang pemuda kami tanyakan tempat solat terdekat. Sip, kami sampai di masjid yang tidak terlalu jauh dari mahattah. Ternyata setelah solat kami tidak langsung menruskan perjalanan karena Ustadz Arif kudu keliling dulu buat nyariin obat untuk Hamdani yang kena sakit TBC, syafakallah friend. Obat yang tergolong sulit, di Kairo beliau udah keliling ga dapat-dapat, kita pun hunting apotek sebelum melanjutkan perjalanan. Obat pun kami dapat di apotek Azaby. Alhamdulillah.

Eits, tunggu dulu, ada yang ketinggalan. Yup, kami sendirilah yang ketinggalan, ketinggalan informasi tepatnya. Kita nyasar alias keblablasan.....

0 comments:

Post a Comment