Rute 3:
Seharusnya kami tidak masuk ke
Perjalanan babak baru dimulai, ditargetkan perjalanan kami menghabiskan sekitar 1 setengah jam. Hikmah kebablasannya kami dari rute yang sewarjarnya ternyata membawa keindahan tersendiri. Dengan keblabasan kita bisa dapat obat yang sulit dicari. Kisah perjalanan menuju Madinatul Hammam pun bisa dikatakan menarik, awal perjalanan disajikan dengan pemandangan malam yang biasa saja, jalan tol kosong, tramco ngebut dan lain-lain. Pertengahan perjalanan, entah fakta atau hayal adanya, tetapi pemandangan malam itu sungguh sangat mempesona, dari dalam tramco im melihat sisi kanan kiri jalan bentangan air yang luas, seolah-olah im jalan ditengah jalan yang dikelilingi danau, indah
2/3 Perjalanan setelah melewati jalan hayal, sampai lah kami ke sebuah jalanan yang berbanding balik dengan sebelumnya, jalanan desa, belum sepenuhnya teraspal, bebatuan koral yang lebih dominan, berbalap dengan truk-truk pengangkut bahan bangunan, dikelilingi daerah perkampungan khas padang pasir. Batin kami sempat dag dig tanpa duer seh. Kadang im menghibur diri dengan perjalanan yang sangat tidak bersahabat ini, gugusan lampu yang berderet di nun jauh yang -sepertinya- di ujung jalan im jadikan patokan untuk berkata, bahwa diujung jalanan jelek ini nanti insyaAllah tempat yang kita tuju, Madinatul Hammam.
Dan, ia saja setelah perasaan tak menentu sampailah kami di Madinatul Hamam, bukan seperti yang dinamakannya, suasana Hammam tidak sesuai sebagai Madinah, dia lebih seperti perkampungan Mesir. Ya, suasana itu akan ku ingat, dominasi galabiyah putih mewarnai kebanyakan penduduk yang lalu lalang di tengah malam.
Rute 4:
Huff.... perjalanan belum final, satu babak lagi untuk sampai ke tujuan,
Akhirnya kami memakai jasa ojek saja setelah sebelumnya nego sama tramco kecil yang tidak kami sepakati. Yunus penunggu toko yang menjadi perantara perkenalan kami dengan si ojek Jabir. Deal, kami bertiga berangkat dengan motor-cycle Hunday, Cina bangeeed. Lebih dalam lagi kami bisa melihat isi perkampungan Hammam, hampir setengah jam perjalanan kami menembus jalanan sepi perkampungan. Dus, sampailah kita di jalan raya. Jabir menghentikan Hundaynya, sedikit dia berwasiat, "nt turun bentar yah, ana minta bayaran sekarang 10 pond saja, murah daripada tramco yang minta 15-20 pond
Goodbye Jabir, thanks banged udah mbantu kita, entah gimana jadinya kalau kita ga ada tumpangan di tengah perkampungan yang begitu asing, mana waktu sudah malam lagi. Sampailah kami di gerbang perumahan, terlihat luas hamparan perumahan yang berderet di pinggiran pantai Mediterania, di samping luasnya QT ternyata disamping kanan kirinya juga ada perumahan lainnya. Sejenak kami berkenalan dengan penjaga gerbang, dia mengenalkan diri dengan Sinegra, jelas im dengar, Sinegra, nama asing yang bukan khas ke-Araba-an Mesir. Nafas lega yang im ambil ketika im melihat Ustadz Fikri dan Andre, keduanya datang menjemput kami yang baru kelelahan.
Photo2 ttg Alexandria cakep2, ane liat postingannya mas Wiedh
ReplyDeletemas wiedh? kenalin dunk mbak mpnya ...
ReplyDeleteLho..emang blm kenalan toh? ntar tak ksh linknya
ReplyDeletethankss :D:)
ReplyDelete