3 hari terakhir ini saya mendapat berita wafat orang-orang yang mengundang
empati dan simpati dari saya. Pertama adalah al-marhum NA dan kedua adalah
almarhumah EM. Sebenarnya keduanya bukan merupakan orang dekat secara
intensitas pertemuan, kita tidak pernah terlibat saling sapa atau indikasi
akrab lainnya.
NA adalah senior saya di almamater, sekalipun begitu kami tidak pernah
punya hubungan dekat karena terpaut 3 atau 4 tahun, sekaligus jumlah santri di
pondok sangat banyak. Kami hanya bertemu saat di bangku perkuliahan, sesekali
bertemu di persimpangan jalan, sekretariat almamater atau berada di bis yang
sama menuju kuliah.
Suatu ketika kami berdua pernah terlibat debat secara intens di
facebook, saya yang mengundang (tagging) beliau ke coretan-coretan kasar saya,
temanya adalah ikon-ikon israel atau Yahudi yang sangat lekat di medsos yang
sering kita gunakan, facebook. Saya pribadi tidak hendak memboikot fb, tapi
lebih ke ajakan dan wacana sadar diri bahwa ikon-ikon jews tersebut
banyak mengelilingi kita. Entah belasan atau bahkan puluhan komentar dan reply
bertubi saling kami lemparkan, bahkan sampai level saling menjengkelkan. Wal’iyadzu
billah kalau saja hal tersebut termasuk dalam al-mirĂ¢, debat kusir dan
berbantah-bantahan semata. Karena saat itu saya merasa ada ittijah fikr
yang tidak biasa/ berseberangan antara saya dan beliau.
Beberapa waktu setelah itu interaksi kami kembali netral, saling like di
beberapa status yang kami pasang.
Kutipan yang sangat saya kagumi dan belakangan saya baca sendiri di buku
sumbernya, novel Pramoedya, pernah beliau jadikan status fb dan saya like “Dunia
ini sebenarnya biasa-biasa saja, yang heboh adalah tafsiran-tafsirannya”
(redaksi tepatnya lupa). Dan memang demikian, beliau sering membuat status yang
menggugah, anti mainstream dan mencerahkan.
Saya tidak mengikuti kronologi bagaimana beliau akhirnya mendapat
musibah berupa kecelakaan dan mengakibatkan luka parah hingga tidak bisa bangun
berjalan selama 3 tahun terakhir, hanya terbaring di atas kasur, dibersamai
oleh istri dan putranya. Hingga kabar meninggalnya beliau tersiar di group
PCIM, dan setelahnya berita tersebar juga di fb dan akun-akun medsos teman
lainnya. Allah yarhamuk, Raghib Kibdah !
###
‘Teman’ lainnya adalah al-marhumah EM, berbeda dengan sebelumnya, EM
sama sekali tidak saya kenal kecuali setelah muncul di pemberitaan media sosial.
Ia adalah seorang muallaf berasal dari Riau, menurut berita medsos ayahnya
orang Taiwan, dan berita di detik mengatakan ibu seorang muslimah. Almarhumah
menyelesaikan D3 Sastra Inggris di kampus Universitas Gajah Mada.
Terlepas dari itu semua, Komunitas Muallaf Jogja melansir bahwa sejak
beliau hijrah menuju agama Islam, pihak keluarga tidak lagi menampungnya
sebagai keluarga, bahkan ia dibuang dan terisolisir dari keluarganya. Beliau
pun hidup mandiri dengan membuka warung angkringan di daerah kosnya. Selama ini
beliau ditampung oleh Ormas Hamka Darwis, sayap militan dari PPP (Partai
Persatuan Pembangunan). Beliau juga aktif dalam gerakan-gerakan sosial.
Almarhumah wafat saat beliau ditemukan di dalam kos oleh Fandi yang
tidak lain adalah adiknya. Saat ditemukan beliau tewas dengan jasad yang
‘mengenaskan’, banyak luka lebam dan terindikasi para biada merenggut
kehormatannya sebelum menghabisi nyawanya. Semoga para pembunuh mendapat laknat
dan hukuman yang berat dari Allah, dunia dan akhirat.
Kisah Mbak Eka Mayasari juga mengajarkan kepada kita bahwa komunitas
muallaf di Indonesia ternyata tidak serta merta mudah begitu saja menjalani
rangkaian kehidupan setelah mereka meninggalkan agama mereka. Tentunya hal
tersebut mengundang kita semua untuk care terhadap mereka, yang paling riskan
dengan peristiwa di atas adalah perlunya perlindungan hukum atau advokasi bagi
para muallaf, tidak hanya itu, pengembangan wawasan agama Islam agar mereka
tersambut secara matang juga perlu kita perjuangkan. Tidak lama sebelum
kejadian ini, ada 2 pesan yang beredar di grup-grup saya yang intinya, ada
muallaf-muallaf yang butuh bimbingan dalam mengenal dan belajar agama Islam.
###
Bagi kita yang tidak bisa berkontribusi secara langsung, maka sejenak
kita meluangkan waktu untuk bermunajat menengadahkan kedua tangan, berdoa bagi
kebaikan mereka berdua; Mas Nadzim Adabi dan Mbak Eka Mayasari. Semoga semua
kesalahan yang disengaja maupun tidak disengaja mendapat maghfirah dan Yang
Mahaampun, selanjutnya limpahan dan kasih sayang Allah bisa tercurah kepada
mereka berdua. Berharap ridho Allah, mari membaca ummul kitab, Alfatihah.
http://www.pkspiyungan.org/2015/05/eka-mayasari-setelah-dibuang.html
0 comments:
Post a Comment