Wednesday, 6 May 2015



3 hari terakhir ini saya mendapat berita wafat orang-orang yang mengundang empati dan simpati dari saya. Pertama adalah al-marhum NA dan kedua adalah almarhumah EM. Sebenarnya keduanya bukan merupakan orang dekat secara intensitas pertemuan, kita tidak pernah terlibat saling sapa atau indikasi akrab lainnya.

NA adalah senior saya di almamater, sekalipun begitu kami tidak pernah punya hubungan dekat karena terpaut 3 atau 4 tahun, sekaligus jumlah santri di pondok sangat banyak. Kami hanya bertemu saat di bangku perkuliahan, sesekali bertemu di persimpangan jalan, sekretariat almamater atau berada di bis yang sama menuju kuliah.

Suatu ketika kami berdua pernah terlibat debat secara intens di facebook, saya yang mengundang (tagging) beliau ke coretan-coretan kasar saya, temanya adalah ikon-ikon israel atau Yahudi yang sangat lekat di medsos yang sering kita gunakan, facebook. Saya pribadi tidak hendak memboikot fb, tapi lebih ke ajakan dan wacana sadar diri bahwa ikon-ikon jews tersebut banyak mengelilingi kita. Entah belasan atau bahkan puluhan komentar dan reply bertubi saling kami lemparkan, bahkan sampai level saling menjengkelkan. Wal’iyadzu billah kalau saja hal tersebut termasuk dalam al-mirĂ¢, debat kusir dan berbantah-bantahan semata. Karena saat itu saya merasa ada ittijah fikr yang tidak biasa/ berseberangan antara saya dan beliau.

Beberapa waktu setelah itu interaksi kami kembali netral, saling like di beberapa status yang kami  pasang. Kutipan yang sangat saya kagumi dan belakangan saya baca sendiri di buku sumbernya, novel Pramoedya, pernah beliau jadikan status fb dan saya like “Dunia ini sebenarnya biasa-biasa saja, yang heboh adalah tafsiran-tafsirannya” (redaksi tepatnya lupa). Dan memang demikian, beliau sering membuat status yang menggugah, anti mainstream dan mencerahkan.

Saya tidak mengikuti kronologi bagaimana beliau akhirnya mendapat musibah berupa kecelakaan dan mengakibatkan luka parah hingga tidak bisa bangun berjalan selama 3 tahun terakhir, hanya terbaring di atas kasur, dibersamai oleh istri dan putranya. Hingga kabar meninggalnya beliau tersiar di group PCIM, dan setelahnya berita tersebar juga di fb dan akun-akun medsos teman lainnya. Allah yarhamuk, Raghib Kibdah !

###

‘Teman’ lainnya adalah al-marhumah EM, berbeda dengan sebelumnya, EM sama sekali tidak saya kenal kecuali setelah muncul di pemberitaan media sosial. Ia adalah seorang muallaf berasal dari Riau, menurut berita medsos ayahnya orang Taiwan, dan berita di detik mengatakan ibu seorang muslimah. Almarhumah menyelesaikan D3 Sastra Inggris di kampus Universitas Gajah Mada.

Terlepas dari itu semua, Komunitas Muallaf Jogja melansir bahwa sejak beliau hijrah menuju agama Islam, pihak keluarga tidak lagi menampungnya sebagai keluarga, bahkan ia dibuang dan terisolisir dari keluarganya. Beliau pun hidup mandiri dengan membuka warung angkringan di daerah kosnya. Selama ini beliau ditampung oleh Ormas Hamka Darwis, sayap militan dari PPP (Partai Persatuan Pembangunan). Beliau juga aktif dalam gerakan-gerakan sosial.

Almarhumah wafat saat beliau ditemukan di dalam kos oleh Fandi yang tidak lain adalah adiknya. Saat ditemukan beliau tewas dengan jasad yang ‘mengenaskan’, banyak luka lebam dan terindikasi para biada merenggut kehormatannya sebelum menghabisi nyawanya. Semoga para pembunuh mendapat laknat dan hukuman yang berat dari Allah, dunia dan akhirat.

Kisah Mbak Eka Mayasari juga mengajarkan kepada kita bahwa komunitas muallaf di Indonesia ternyata tidak serta merta mudah begitu saja menjalani rangkaian kehidupan setelah mereka meninggalkan agama mereka. Tentunya hal tersebut mengundang kita semua untuk care terhadap mereka, yang paling riskan dengan peristiwa di atas adalah perlunya perlindungan hukum atau advokasi bagi para muallaf, tidak hanya itu, pengembangan wawasan agama Islam agar mereka tersambut secara matang juga perlu kita perjuangkan. Tidak lama sebelum kejadian ini, ada 2 pesan yang beredar di grup-grup saya yang intinya, ada muallaf-muallaf yang butuh bimbingan dalam mengenal dan belajar agama Islam.

###


Bagi kita yang tidak bisa berkontribusi secara langsung, maka sejenak kita meluangkan waktu untuk bermunajat menengadahkan kedua tangan, berdoa bagi kebaikan mereka berdua; Mas Nadzim Adabi dan Mbak Eka Mayasari. Semoga semua kesalahan yang disengaja maupun tidak disengaja mendapat maghfirah dan Yang Mahaampun, selanjutnya limpahan dan kasih sayang Allah bisa tercurah kepada mereka berdua. Berharap ridho Allah, mari membaca ummul kitab, Alfatihah.

http://www.pkspiyungan.org/2015/05/eka-mayasari-setelah-dibuang.html

0 comments:

Post a Comment