Friday, 14 May 2010

'Rihlah', itu kalau mengejanya di bangku sekolah pondok dulu, atau kalau dalam pelajaran 'english lesson' kita menyebutnya journey.  Bahasa gaulnya sih banyak; jalan2, ngupret, ngeteng dkl [dan kawan lain], 'tersesat' juga dipandang sebagai sinonim yang pas untuk rihlah/ jalan2, yang terakhir terinspirasi ketika ada teman cerita nyasar dari Mahathah Ashir gara-gara salah naik bis jurusan Mauqif Ashir :P.

Biasanya, tujuan rihlah adalah tempat-tempat jauh dari daerah kita tinggal. Bisa jauh dari skala jarak, atau, bahkan lama dari skala waktu. Apa bedanya? Entahlah, seolah-olah ada beda aja, hehehe. Atau mungkin gini, karena terkadang jarak yang jauh tidak bisa dinikmati lantaran alat transportasinya terlalu canggih, bilang aja emang ga punya modal. Contohnya, jarak Semarang – Jakarta yang ditempuh dengan kapal terbang, akan sangat berbeda bila ditempuh dengan kendaraan biasa seperti bis or kendaraan pribadi.

Ya iya lah, naik kapal terbang mau lihat apaan?  Alih-alih melihat ruas jalan yang dipagari pepohonan rindang, melihat burung di kedekatan kapal terbang pun malah pertanda buruk bagi maskapai penerbangan. Inget kejadian kecelakaan fatal terbesar yang terjadi pada  4 Oktober 1960? Dimana 4 mesin pesawat langsung crashed karena kemasukan sekawanan burung, wal hasil 62 penumpang meninggal dari total keseluruhan 72 penumpang. Hehehe jadi takut yak :P….

Orang rihlah emang aneh-aneh. Dari yang punya tujuan sekedar lihat pemandangna ketika di jalan, atau juga ingin melihat pemandangan di tempat tujuan. Dan bahkan sempat im dan temen im punya ro'yun ghonam [ro'yun: ide, ghonam: kambing. Semacam idiom jadi2an dari bahasa rusak gontor yang berarti Ide Konyol] berupa naik bis apa saja, yang penting nangkring di bis dari Awal Mahathah sampai Akhir Mahathah trus balik ke tempat asal, tuh kan, konyol bangeudh. Eits, jangan salah, kalau emang tujuannya pengen liat jalanan ga masalah dunks. Dalam hal ini im malah pernah diajak guru n temen ngaji ketika mu ke hadiqah Yaban, yang aslinya bisa langsung naik metro Ramsis-Hilwan, eh malah muter-muter pakai minibus 152 ke awal stasiun metro di Marg el-Gadid.

Ngomongin rihlah, sepertinya bakal ngingetin masa-masa dimana liburan pertama kali im di Kairo. Bermula dari anak baru di termin pertama, im dan temen-temen IKPM dalam rangka orkaba [orientasi kader bangsa, ospek ala kadarnya sebagai agenda tahunan temen senior di Kairo] rihlah ke Alexandria. Di termin ke 2, so pasti Sinai-Dahab-Sharm Shaikh adalah rute wajib bagi temen-temen IKPM Cab. Kairo. Hampir tiap tahun rute rihlah inilah yang disajikan panitia sebagai agenda liburan musim panas, Juli. Setahun setelahnya Bulan Juli memiliki kronologi yang tidak mengenakkan di benak im, hiks…. Hehe kapan-kapan aja ceritanya :D.

Pernah juga im bercita-cita untuk bisa mengunjungi seluruh sudut Mesir, konon katnaya sejengkal tanah di negeri kinanah ini memiliki berjuta catatan sejarah, ember, uemang buenerRrr. Rugi kalau sekolah di Mesir ga menikmat SEJARAH tersebut. Sebagai bentuk implementasi, ya elah, di blog curhat kok muncul bahasa ginian, cpDee, cita-cita tersebut im sudah pernah ngeteng [ngeteng/ ngupret adalah istilah Masisir yang berarti rekreasi ke sebuah daerah menggunakan angkutan umum, nyasar ya nyasar, sampai tujuan ya alhamduLillah :P] ke Matruh, propinsi terbesar di Mesir yang bagian utaranya berbatasan dengan pantai Mediterania, n bagian baratnya berbatasan langsung dengan Libya. This story I've wrote it.

Nah, untuk daerah-daerah terdekat cukuplah kita berkendaraan bus or kereta. Propinsi terdekat yang pernah Im kunjungi adalah Tahfana, hufft, daerah ini terkesan daerah yang…. hehehe… kumuh bila dibanding propinsi lain. But, justru disinilah ranting Muhammadiyah didirikan oleh temen-temen Tahfana yang dinahkodai oleh temen sparing di Kejuaraan Pencak Silat Kairo, tapi beda kelas:P, Absil Abdurrahman. Tribute for you kawand.

Nah, yang terakhir im kunjungi adalah Dimyath, yang bila dibahasa latinkan berbunyi, Damietta, cakep kan...:D. Untuk kota indah ini bakal ada cerita tersendiri lah pokoknya. Tanah yang belum diinjek masih bejibun. Tantha, Manshura [khusus propinsi ini denger-denger sih akhwatnya aduhai.... hag hag hag.. lebay detected :P], Zagazig, Aswan-Luxor. Untuk nama terakhir adalah tempat pariwisata paling bergengsi, dimana im terpaksa meninggalkan rihlah yang diadakan oleh Nadi Wafidin dengan biaya super murah, biaya yang aslinya menghabiskan 5000 pond bisa dijangkau hanya dengan 500 pond saDja, murah kannn. Tapi gimana lagi, rapelan scholarship [hayyah, bilang beasiswa aja kok pake jaim :P] kudu tetep diprioritaskan wat moment international book fair.

Ngomongin rihlah keknya ga lengkap klw ga ngomongin "batin lho puas ngga ?", yups, bicara rihlah sepertinya tidak lengkap kalau tidak menyinggung 'kepuasan batin'. Rihlah yang sempurna adalah ketika kita benar-benar bisa mengembarakan fikir dan batin kita ke tempat yang jauh, ibarat 'think globally, act locally', jujur-ly rihlah yang cumin ngalor ngidul tanpa mengmbanginya dengan rihlah spiritual bakal terasa kering guys. Kalau kita merasa seneng liat hamparan biru samudra, gelombang ombak, mandi di pantai tapi bila tidak menambah ketenangan or kepuasan batin, itu artinya rihlah anda belum sukses. Ternyata bagian batin kita perlu sentuhan-sentuhan lain untuk bisa memuaskannya, so, how about your journay today????

4 comments:

  1. Poto yg berlatarkan pohon palem (seperti tiang pohon) serasa 17 Agustusan deh. Itu lho..lomba Panjat Pinang

    ReplyDelete
  2. hahahha.... iya, coz palemnya lagi dikasih peci mbak.... manfaatnya mungkin karena dia masih muda biar ga terlalu boros pas proses fotosintesis ya ... hehehhee

    ReplyDelete
  3. ooh..gitu, emang knp (boros yg gmn?)

    ReplyDelete
  4. mmm... kayak pelajaran biologi dulu, pohon jati ketika musim panas menggugurkan daunnya (menyedikitkan daunnya), nah seingat ana agar tidak terlalu boros dalam pengeluaran uap air..... ehehhehehe gitu kali ya :P.

    ReplyDelete