Bila kita membuka lembaran buku-buku sosiologi mungkin masih kita temukan tentang pembahasan apa itu organisasi. Organon secara bahasa yunani berarti alat, sedangkan organisasi sendiri mempunyai definisi umum yang tidak jauh dari, sebuah wadah atau tempat dimana orang-orang berkumpul dan bekerjasama secara terencana dan terpimpin untuk mencapai sebuah visi misi yang sama diantara anggota mereka. Macam-macam organisasi biasanya meliputi politik, sosial/ masyarakat, mahasiswa, sekolah, olahraga dan Negara. Macam-macam pembagian tersebut tidak lantas menafikan keterkaitan dan hubungan satu dengan lainnya, bahkan beberapa organisasi yang awalnya mempunyai dasar organisasi masyarakat (Ormas) berevolusi [A1] –sekalipun tidak formal- menjadi organisasi politik, hingga level tersebut terus naik menjadi organisasi Negara.
Agama di belahan Timur sampai saat ini masih menjadi asas dalam praktek dan kultur kehidupan, hal tersebut terbukti bahwa beberapa adat yang dilestarikan masyarakat masih kental dengan ajaran-ajaran keagamaan. Lebih dari itu kita juga menemukan banyak dari sekolah terpadu yang mencakup SD sampai tingkat Universitas dalam pola dan kurikulum dasar mereka yang berdasarkan agama. Berangkat dari kultur agamis diatas tak heran bila beberapa organisasi yang ada di belahan bumi Indonesia rata-rata dilahirkan atas asas agama. Sehingga dewasa ini tidak jarang kita temukan organisasi politik, masyarakat, sekolah atau organisasi lainnya yang mempunyai anggaran dasar dan rumah tangga yang bernafaskan keagamaan; Islam khususnya.
Bahkan bisa kita katakan bahwa sejak era pergerakan nasional yang mewarnai kemerdekaan atau bahkan sebelum kemerdekaan Indonesia bermunculan organisasi-organisasi keislaman; Serikat Islam, Masyumi, Muhammadiyah dan Nahdhatul Ulama. Di sekian pembahasan yang ada, penulis di sini hendak menyampaikan sedikit tentang Organisasi Masyarakat-keagamaan yang ada di Indonesia, yang mana titik pointnya fokus pada otoritas dan keanggotaan dalam Ormas.
Adanya Ormas di Indonesia tentunya mempunyai sejarah masing-masing, semua tidak lepas dari ikon pendiri Ormas, sebagai contoh adalah KH. Ahmad Dahlan-Muhamamdiyah, atau KH. Hasyim Asy’ari-Nahdhatul Ulama. Masing-masing tokoh mempunyai ideolog tersendiri yang menjadi asas didirikannya organisasi. Tidak berhenti sampai di situ, setiap Ormas juga mempunyai visi misi yang jelas. Unsur-unsur itulah yang nantinya membentuk perwajahan karakteristik suatu organisasi, sehingga masyarakat pun bisa menilainya dengan jelas serta bisa membedakan Ormas satu dengan lainnya secara tegas dan tajam.
Seperti yang sempat disinggung diatas, bahwa suatu Ormas muncul karena sejak awalnya mempunyai sebuah ide pemikiran yang, pada waktu yang sama dideklarasikan berdirinya Ormas tersebut. Jadi, sebuah Ormas muncul tidak kosong prinsip dan cara pandang, seiring lahirnya organisasi tersebut lahir pula pola pikir yang menyatukan anggota-anggota yang tergabung di dalamnya. Hal tersebut biasanya terambil langsung dari doktrin dan pernyataan langsung atau tidak langsung dari founding father sebuah organisasi.
Selanjutnya, Ideologi yang lahir tersebut tumbuh dan berkembang dengan dirapikannya sebuah organisasi, karena suatu organisasi dianggap sah bila jalannya kepengurusan tersusun jelas secara formal. Anggaran dasar dan Rumah Tangga, Petunjuk pelaksanaan yang di dalamnya memuat visi misi harus dipatenkan agar tidak keluar dari garis-garis besar yang ditetapkan oleh pendahulu, mengingat jalannya sebuah organisasi dari tahun ke tahun membutuhkan regenerasi dan pelanjutan tongkat estafet, yang bila tidak digariskan secara rapi seiring berjalannya waktu bisa tereduksi di generasi-generasi setelahnya.
Sebuah ciri yang juga patut diperhatikan dalam Ormas adalah keanggotaan. Sudah menjadi konsekwensi bagi sebuah organisasi bahwa semua anggota yang terkait dengan organisasi tersebut secara norma setuju dan harus mendukung kesatuan ideologi yang menjadi pegangan sebuah Ormas. Hal yang disayangkan dewasa ini adalah kerancuan Ormas kita dalam menaungi anggotannya. Kita tidak lantas berharap bahwa Ormas yang ada di Indonesia menerapkan sistem eksklusif dan tertutup untuk masyarakat, akan tetapi status keanggotaan yang rapi dan formal sangat penting dan dibutuhkan agar proses berorganisasi berjalan sehat dan jauh dari gesekan-gesekan antar anggota.
Di level yang lebih tinggi, dalam tataran praktis kita menemukan beberapa gesekan serius menyangkut perbedaan yang ada dalam sebuah Organisasi Masyarakat. Kalau saja yang beredar sekedar isu tentang perbedaan pelaksanaan mungkin dimaklumi, akan tetapi bila perbedaan-perbedaan tersebut sudah mencapai asas ideology dan titik jenuh yang menyebabkan pengkotakan keanggotaan dalam satu organisasi maka, hal tersebut seharusnya dijauhi.
Maka dalam hal ini, seluruh masyarakat yang tergabung dalam keanggotaan organisasi apa pun kiranya perlu akan kesadaran berorganisasi, bahwa berorganisasi tidak hanya memasuki sebuah ruang dan tempat yang hampa ideology, tetapi kita dituntut untuk sadar berpartisipasi dalam mendukung kebijakan-kebijakan yang ada menyangkut pengabdian sosial, tentunya semua itu masih dalam landasan dan koridor visi misi yang dibawa oleh sebuah organisasi. Sebaliknya, para stake holder yang memang lazim mempunyai otoritas yang berbeda-beda dan bertingkat-tingkat dalam sebuah organisasi harus mempunyai wewenang yang kuat dan mengingikat.
[A1]Dikatakan tidak formal karena perubahan/ evolusi tersebut tidak termasuk bagian ad art resmi ormas, sebagai contoh; Nasional Demokratik, Muhammadiyah, NU dll.
meninggalkan jejak dan bagi2 sosis,, :D
ReplyDeletewahhh mana sosisnya dur, thanks dah ninggalin jejak :D)
ReplyDelete