Tuesday, 31 January 2012

Di acara Dunia Islam tahun lalu im berkesempatan menjawab soal iseng-iseng berhadiah dari Sinai (kelompok Studi Alam Islami) selaku penyelenggara acara, soal tersebut lumayan gampang bagi peserta yang tidak sengaja memperhatikan tanggal Mubarak lengser dari kursi jabatannya, ibarat Slumdog Millioner, anda tidak perlu ber-IQ tinggi untuk menjawab semua pertanyaan, cukuplah anda memperhatikan alam sekitar anda, dan benar-benar merawatnya di setiap sel memory otak anda, kiri ataupun kanan.

Sekilas im buka buku yang berjudul Qishshatu Tunis, im lirik halaman demi halaman tanpa membaca secara detail isi keseluruhan, hingga akhirnya im selesai di halaman akhir setelah Daftar Isi. Halaman akhir setelah daftar isi tersebut tercantum biografi penulis buku yang tidak asing bagi khayalak ramai, Dr. Raghib Sirjani, penulis produktif sekaligus pemateri yang aktif. Data biografi yang menarik bagiku adalah ketika dicantumkannya tahun beliau menghafal al-Quran. Yang mana setelah im kurangi tahun beliau lahir dengan tahun beliau menghafal hasilnya adalah 29 tahun, artinya beliau menamatkan hafalan al-Quran ketika beliau menginjak umur 29 tahun. Angka tersebut cukup langka bagi kebanyakan alim ulama' di Mesir, rata-rata mereka menamatkan Kitab Suci tersebut di umuran belasan tahun, dan bahkan salah satu pembimbing asramaku mengaku menamatkan al-Quran ketika dia berumur 10 tahun.

Bagiku, dicantumkannya tahun menghafal al-Quran merupakan sesuatu yang aneh, hal demikian im kira tidak banyak di nukilan biografi-biografi penulis buku di buku yang tidak terlalu tebal tersebut. Apalagi umur 29 bukan merupakan angka yang menjual untuk bisa menamatkan hafalan al-Quran, itu bila kita pandang sekilas dan kita bandingkan dengan fenomena yang khas bagi Masyayikh Mesir. Tapi tidak bila im mencoba berkesimpulan dan menginspirasi diri bahwa, iklan layanan masyarakat dengan mencantumkan tahun menghafal al-Quran yang terbilang telat adalah tidak lain untuk memotivasi bahwa untuk menghafal al-Quran tidak mengenal usia dan profesi, doktEr yang menjelma doktOr sejarah pun bisa dan mungkin lazim untuk menghafal al-Quran. Ya, Dr. Raghib Sirjani menamatkan hafalan Quran di umur 29 tahun.

Im sendiri selaku orang yang pernah menjadi korban kesibukan beliau cukup memahami jadwal padat show time di luar negeri sebelum revolusi Mesir bergulir, ketika menjadi Pimred di sebuah majalah kami hendak menjadikan beliau sebagai nara sumber utama di majalah kami, kebetulan tema yang diangkat adalah tentang Fitnah Sahabat, sebagai pakar sejarah kami berharap mendapat pencerahan banyak darinya. Alih-alih bisa mendapatkan moment untuk wawancara langsung dan bertatap muka dengan beliau, untuk sekedar membuat appoinment saja kita harus menelpon asisten pribadinya di kantor Alminyal yang, di kemudian hari kata senior, asisten beliau tidak lain adalah adik kandung Dr. Raghib Sirjani sendiri. Ringkasnya, tepon pertama yang mengangkat adalah asistennya, jawabnya adalah "Sang Doktor sedang berada di Amerika Serikat, silahkan telpon lagi 2 atau 3 hari lagi". Telpon kedua alhamdulillah beliau sudah berada di Mesir, beliau sendiri yang mengangkat telponnya, akan tetapi "Maaf, besok saya sudah harus ke Malaysia".

'Perkenalan' dengan beliau im mulai ketika membaca Misteri Sholat Shubuh edisi terjemahan dari Kaifa Tuhafidz 'ala Sholatil Fajr yang dialihbahasakan oleh Ust. Munaji, senior im di almamater, komplek Rab'ah, TS-PCIM dan jilsah. Pertama kali buku tersebut mangkir di ITQAN (salah satu organisasi kepenulisan di Gontor) im prediksikan bahwa buku ini bakal jadi Best Seller deh, dan ternyata Gontor Bookfair pun membuktikannya setelah beberapa bulan dari penerbitan pertama J.

0 comments:

Post a Comment