Kali ini saya ingin mereview tentang
kejadian-kejadian mistis yang berhubungan dengan saya. Saya tidak mengatakan
saya punya kekuatan mistis, saya hanya mengatakan ada kejadian mistis yang
dialami orang lain tapi kebetulan terhubungkan dengan saya. Di sini saya tidak
ingin menjustifikasi sejauh mana kebenaran mistis mereka, tidak pula membahas
kebenaran akidah, halal-haram atau lainnya. Tulisan yang normatif, simple dan,
sekedar bercerita.
Pertama adalah Hariska, teman sekelas, 1-C. Berbadan tinggi,
agak kurus, kulit putih, suaranya agak serak, asal dari Bekasi. Entah bagaimana
awalnya, intinya dia compromise by satan, kesurupan jin, katanya jin
berasal dari pohon belakang rumah dia, dan sengaja ditempelkan oleh kakeknya,
what ever lah. Beberapa kali Hariska terlihat kumat, dan kalau kumat bawaannya
macam-macam; pernah suatu ketika dia di kamar sendiri pada malam hari, melihat
anjing hitam melintas di ventilasi kamar pojok, pernah juga melihat perempuan
yang melambaikan tangannya tanda mengajaknya kencan –dan ini yang sering kali
muncul dalam visualisasi dia, entah halusinasi atau emang beneran-, kadang dia
mendadak ingin ke belakang Gedung Baru Shighor dimana belakang tersebut adalah
sungai horor dan kuburan Satelit, dan yang paling spektakuler adalah tragedi
spiderman –Hariska ngambek karena diejek teman, spontan ia melaju ke orang yang
mengejek dan seketika dia malah merangkak seperti cicak di dinding, setelah itu
‘gubrak’, dia jatuh dan kita larikan ke salah satu kakek tua yang katanya mahir
ilmu ghoib.
Nah, suatu ketika saat belajar malam di
kantor KMI bersama Ust. Farid dari Surabaya, si doi kumat, yang ia keluhkan adalah
sakit perut, dan memang jemari2nya sudah membiru dan terasa dingin, Maroghi
sebagai teman setia dia mengajaknya ke ruang potokopi untuk disuapi mie rebus,
tapi nahas, di ruang potokopi tersebut justru visualisasi cewek berambut
panjang yang terus melambaikan tangan ke arahnya selalu muncul, ia sama sekali
enggan melihat ke belakang, akhirnya kami mengeluarkan Hariska dari ruang
potokopi. Beberapa belasan teman sekelas mengitari Hariska dengan maksud
memberi rasa hangat, karena ia terlihat linglung Ust. Farid pun menanyakan
Hariskan tentang siapa nama teman-teman yang beliau tunjuk, anehnya dia sama
sekali tidak mengenali satu-persatu teman-temannya, kecuali, ketika ustadz
menunjuk tangannya ke saya dengan tiba-tiba Hariska berkata “Ini, ketua MPR,
Amin Rais”, dari sekian belas orang hanya saya yang dia ingat. Takjub bercampur
takut, takut karena bisa jadi jin yang sedang bersemayam mencari next
target, yaitu saya. Tapi alhamdulillah hari-hari setelahnya saya aman-aman
saja.
Kedua, selanjutnya adalah kelas 5-B, pelajaran mahfudzot,
pengampunya Ust. Zawawi, beliau adalah mudir pondok al-Iman Ponorogo. Berbeda
dengan mahfudzot kelas 1-4 yang menulis tangan sendiri, mahfudzot kelas 5 sudah
menggunakan buku diktat, dan bait-bait syairnya lebih panjang. Buku diktat,
Ust. Zawawi termasuk orang yang rajin memeriksa diktat kita, suatu ketika
beliau bertanya siapa yang TIDAK MEMBAWA buku diktat tersebut, 5 orang (kalau
tidak salah, untuk jumlah orang saya lupa) mengangkat tangannya, dan kemudian
diminta untuk berdiri, selanjutnya kami ditanya kenapa tidak membawa dan TIDAK
PUNYA, kemudian kami ditanya siapa yang TIDAK PUNYA UANG untuk membeli, 5 orang
termasuk saya dan Agung Ponorogo –lainnya lupa- mengangkat tangan bertanda
tidak punya uang untuk membeli. Tapi Ust. Zawawi mengklaim bahwa di antara kami
ada yang berbohong, tatapan matanya semakin tajam, dan akhirnya 3 orang
ditetapkan sebagai orang yang jujur alias memang benar-benar tidak punya uang,
2 orang lainnya dinyatakan bohong, dan memang benar, ketika istirahat saat
bisik-bisik di antara 2 orang yang diklaim pembohong tadi memang ada yang
benar-benar punya uang tapi mengaku punya uang.
Masih bersama Ust. Zawawi, entah karena
nama Amin Rois sehingga beliau nge-fans sama saya atau faktor lainnya. Karena
beberapa hari kemudian saya dijadikan icon pembaca buku, padahal saya tahu
bukan hanya saya yang ketika itu sering pergi ke perpus dan baca-baca buku.
Ketika itu beliau mengklaim dan mencontohkan agar rajin membaca buku seperti
saya, tapi yang salah dari beliau adalah judul buku yang beliau katakan
–al-Ghunyah karangan Abdul Qadir Jailani- bukanlah buku yang saya baca –Kitab
al-‘ilm karangan Syaikh Utsaimin-. Padahal saya dan beliau tidak pernah
terlibat obrolan tentang hal-hal yang beliau klaim.
0 comments:
Post a Comment