Wednesday, 8 October 2014



Kali ini saya ingin mereview tentang kejadian-kejadian mistis yang berhubungan dengan saya. Saya tidak mengatakan saya punya kekuatan mistis, saya hanya mengatakan ada kejadian mistis yang dialami orang lain tapi kebetulan terhubungkan dengan saya. Di sini saya tidak ingin menjustifikasi sejauh mana kebenaran mistis mereka, tidak pula membahas kebenaran akidah, halal-haram atau lainnya. Tulisan yang normatif, simple dan, sekedar bercerita.

Pertama adalah Hariska, teman sekelas, 1-C. Berbadan tinggi, agak kurus, kulit putih, suaranya agak serak, asal dari Bekasi. Entah bagaimana awalnya, intinya dia compromise by satan, kesurupan jin, katanya jin berasal dari pohon belakang rumah dia, dan sengaja ditempelkan oleh kakeknya, what ever lah. Beberapa kali Hariska terlihat kumat, dan kalau kumat bawaannya macam-macam; pernah suatu ketika dia di kamar sendiri pada malam hari, melihat anjing hitam melintas di ventilasi kamar pojok, pernah juga melihat perempuan yang melambaikan tangannya tanda mengajaknya kencan –dan ini yang sering kali muncul dalam visualisasi dia, entah halusinasi atau emang beneran-, kadang dia mendadak ingin ke belakang Gedung Baru Shighor dimana belakang tersebut adalah sungai horor dan kuburan Satelit, dan yang paling spektakuler adalah tragedi spiderman –Hariska ngambek karena diejek teman, spontan ia melaju ke orang yang mengejek dan seketika dia malah merangkak seperti cicak di dinding, setelah itu ‘gubrak’, dia jatuh dan kita larikan ke salah satu kakek tua yang katanya mahir ilmu ghoib.

Nah, suatu ketika saat belajar malam di kantor KMI bersama Ust. Farid dari Surabaya, si doi kumat, yang ia keluhkan adalah sakit perut, dan memang jemari2nya sudah membiru dan terasa dingin, Maroghi sebagai teman setia dia mengajaknya ke ruang potokopi untuk disuapi mie rebus, tapi nahas, di ruang potokopi tersebut justru visualisasi cewek berambut panjang yang terus melambaikan tangan ke arahnya selalu muncul, ia sama sekali enggan melihat ke belakang, akhirnya kami mengeluarkan Hariska dari ruang potokopi. Beberapa belasan teman sekelas mengitari Hariska dengan maksud memberi rasa hangat, karena ia terlihat linglung Ust. Farid pun menanyakan Hariskan tentang siapa nama teman-teman yang beliau tunjuk, anehnya dia sama sekali tidak mengenali satu-persatu teman-temannya, kecuali, ketika ustadz menunjuk tangannya ke saya dengan tiba-tiba Hariska berkata “Ini, ketua MPR, Amin Rais”, dari sekian belas orang hanya saya yang dia ingat. Takjub bercampur takut, takut karena bisa jadi jin yang sedang bersemayam mencari next target, yaitu saya. Tapi alhamdulillah hari-hari setelahnya saya aman-aman saja.

Kedua, selanjutnya adalah kelas 5-B, pelajaran mahfudzot, pengampunya Ust. Zawawi, beliau adalah mudir pondok al-Iman Ponorogo. Berbeda dengan mahfudzot kelas 1-4 yang menulis tangan sendiri, mahfudzot kelas 5 sudah menggunakan buku diktat, dan bait-bait syairnya lebih panjang. Buku diktat, Ust. Zawawi termasuk orang yang rajin memeriksa diktat kita, suatu ketika beliau bertanya siapa yang TIDAK MEMBAWA buku diktat tersebut, 5 orang (kalau tidak salah, untuk jumlah orang saya lupa) mengangkat tangannya, dan kemudian diminta untuk berdiri, selanjutnya kami ditanya kenapa tidak membawa dan TIDAK PUNYA, kemudian kami ditanya siapa yang TIDAK PUNYA UANG untuk membeli, 5 orang termasuk saya dan Agung Ponorogo –lainnya lupa- mengangkat tangan bertanda tidak punya uang untuk membeli. Tapi Ust. Zawawi mengklaim bahwa di antara kami ada yang berbohong, tatapan matanya semakin tajam, dan akhirnya 3 orang ditetapkan sebagai orang yang jujur alias memang benar-benar tidak punya uang, 2 orang lainnya dinyatakan bohong, dan memang benar, ketika istirahat saat bisik-bisik di antara 2 orang yang diklaim pembohong tadi memang ada yang benar-benar punya uang tapi mengaku punya uang.

Masih bersama Ust. Zawawi, entah karena nama Amin Rois sehingga beliau nge-fans sama saya atau faktor lainnya. Karena beberapa hari kemudian saya dijadikan icon pembaca buku, padahal saya tahu bukan hanya saya yang ketika itu sering pergi ke perpus dan baca-baca buku. Ketika itu beliau mengklaim dan mencontohkan agar rajin membaca buku seperti saya, tapi yang salah dari beliau adalah judul buku yang beliau katakan –al-Ghunyah karangan Abdul Qadir Jailani- bukanlah buku yang saya baca –Kitab al-‘ilm karangan Syaikh Utsaimin-. Padahal saya dan beliau tidak pernah terlibat obrolan tentang hal-hal yang beliau klaim.

0 comments:

Post a Comment