Hari Rabu 19 September
2012. Hari rabu merupakan salah satu hari boring time ketika saya mengajar,
tercatat ada 3 hari aktif kbm dan per harinya saya rata-rata mengajar sebanyak
7-8 jam pelajaran, dan khusus hari rabu mapel yang saya pegang didominasi pelajaran
ulumul quran, saya katakan boring karena sistem penyampaian saya adalah tidak
jauh dari mengintruksi anak-anak untuk menulis di papan tulis dan
menerangkannya, plus beberapa buku diktat yang dimiliki sekolah sama sekali
belum memenuhi standar diktat pengajaran.
Hari Rabu yang lumayan
melelahkan tersebut akhirnya berimbas ke migrain, sakit kepala di sebelah
kanan. Wahh, klw begini keadaannya sepertinya saya ga bakal nyenyak istirahat
di dalam kamar, secara kamar yang saya huni mempunyai posisi yang sangat
mencolok di hadapan santri-santri, apalagi ketika waktu maghrib hingga shubuh
tiba, karena masjid kami belum sepenuhnya bisa dipakai maka anak-anak
mendirikan sholat tersebut di lapangan yang terletak di depan kamar saya.
Untungnya saya kenal
dengan teman yang bekerja di daerah Jambangan, Masaran. Sekalipun terdengar
jauh dari domisili saya, tapi untuk ketenangan dan niat silaturahim rasanya
perlu dicoba. Sore hari pun saya putuskan untuk berkunjung di daerah tersebut.
Setelah sempat
bertanya-tanya kepada beberapa penduduk akhirnya tanpa tersesat lebih jauh saya
menemukan tempat yang dimaksud, dari pinggir jalan ke tengah ladang peternakan
kira-kira berjarak 200-an meter. Sedangkan dari jalan utama Solo-Sragen mungkin
sampai belasan Kilometer.
Memasuki area
peternakan, di langkah pertama kita memasuki pintu berterowong, dasarnya
terdapat genangan air dan langit-langit terowongan tersebut mempunyai beberapa
kran air yang berfungsi untuk menyemprot siapa saja dan apa saja yang memasuki
komplek tersebut. Air yang menggenang di lantai bawah dan semprotan air
tersebut sudah diberi semacam vaksin guna menjaga kebersihan dari sirkulasi
benda-benda yang keluar dan memasuki komplek. Dari proses ‘penyambutan’
tersebut terbayang profesionalisme perusahaan untuk mengamankan ayam-ayam
kesayangan mereka dari virus jahat. Entah lah, mungkin di tubuh saya terdapat
bakteri jahat yang membahayakan ayam mereka.
Setelah mendaftar di
bagian resepsionis kita memasuki pintu utama menuju area khusus untuk pemukiman
staff peternakan, di gerbang tersebut terdapat dua pintu, satu khusus untuk
masuk dan satu lagi untuk keluar, di pintu masuk terdapat hal serupa ketika
kita pertama kali memasuki komplek peternakan, lagi-lagi semprotan antiseptic.
Yang menamaniku dalam proses masuk dan penyemprotan otomatis adalah Sudarmono,
staff peternakan asal Rembang.
Beberapa waktu
menunggu Ari Anglia, teman yang akan saya temui, saya sempat memperhatikan
ruangan/mes yang dikhususkan untuk para staff yang bekerja di sana. Untuk
ukuran temanku yang jomblo, ruangan tersebut sangat nyaman; kulkas, tv, ac
kamar mandi, 2 kamar tidur, ruang tamu dan perabotannya.
Setelah beberapa
waktu, akhirnya teman saya datang, melihat saya sudah di dalam mes dan teman
saya baru masuk, seolah sayalah tuan rumahnya dan teman saya adalah tamunya :).
Akhirnya kami ngobrol
banyak tentang pengalaman dan perjalanan hidup beberapa tahun setelah lulus
dari pondok sampai kami bertemu saat itu. Teman saya kuliah di Unisula
mengambil jurusan akutansi, dan akhirnya di perusahaan ternak itu dia
ditempatkan sebagai bagian statistik di kantor cabang perusahaan internasional
tersebut. Gambaran kerjanya tidak jauh dari pendataan, berapa ribu anak ayam
masuk, anak ayam meninggal dunia (hahah wafat), jumlah telur keseluruhan, dan
semua hitungan yang terkait dengan babon.
Untuk kandang, selain
ukurannya luas bingits, suhu kandang juga diseting agar sesuai dengan
suhu normal bagi unggas, bisa menyesuaikan secara otomatis. Saya membatin, enak
bener nih ayam. Teknologi perkandangan sangat profesional dan menggunakan
teknologi kelas tinggi. Ayam-ayam super elit itu juga mendapatkan vaksin yang
juga mahal, lebih mahal dari Yakult –sayangi ususmu-. Untuk satu jenis vaksin
saja, dengan ukuran belasan mililiter, harganya bisa 1 juta lebih. Padahal
jama’ah babon tersebut diberi beberapa varian vaksin agar bertelur secara
maksimal.
Sebelum pulang teman
saya membuka kulkas yang di dalamnya telur ayam yang super guede. Ukurannya 3
kali ukuran telur pada umumnya, beberapanya malah lebih besar lagi. Tak heran
kalau teman saya pernah jatuh karena diterjang babon besar yang dia sinyalir
berukuran 5 kg lebih. Biasanya telur-telur yang di luar standar pasar, alias
terlalu besar, justru tidak di-packing, karena ranjangnya tidak muat dan
mengganggu standaritas pemasokan telur.
Akhirnya, saya pulang.
Sebagian telur-telur jumbo tersebut saya jadikan dorprize untuk santriwati,
saat pelajaran. Mereka juga terheran-heran karena ada telur ayam sebesar telur
angsa.
0 comments:
Post a Comment