Tuesday, 23 August 2016



Hari Rabu 19 September 2012. Hari rabu merupakan salah satu hari boring time ketika saya mengajar, tercatat ada 3 hari aktif kbm dan per harinya saya rata-rata mengajar sebanyak 7-8 jam pelajaran, dan khusus hari rabu mapel yang saya pegang didominasi pelajaran ulumul quran, saya katakan boring karena sistem penyampaian saya adalah tidak jauh dari mengintruksi anak-anak untuk menulis di papan tulis dan menerangkannya, plus beberapa buku diktat yang dimiliki sekolah sama sekali belum memenuhi standar diktat pengajaran.

Hari Rabu yang lumayan melelahkan tersebut akhirnya berimbas ke migrain, sakit kepala di sebelah kanan. Wahh, klw begini keadaannya sepertinya saya ga bakal nyenyak istirahat di dalam kamar, secara kamar yang saya huni mempunyai posisi yang sangat mencolok di hadapan santri-santri, apalagi ketika waktu maghrib hingga shubuh tiba, karena masjid kami belum sepenuhnya bisa dipakai maka anak-anak mendirikan sholat tersebut di lapangan yang terletak di depan kamar saya.
Untungnya saya kenal dengan teman yang bekerja di daerah Jambangan, Masaran. Sekalipun terdengar jauh dari domisili saya, tapi untuk ketenangan dan niat silaturahim rasanya perlu dicoba. Sore hari pun saya putuskan untuk berkunjung di daerah tersebut.

Setelah sempat bertanya-tanya kepada beberapa penduduk akhirnya tanpa tersesat lebih jauh saya menemukan tempat yang dimaksud, dari pinggir jalan ke tengah ladang peternakan kira-kira berjarak 200-an meter. Sedangkan dari jalan utama Solo-Sragen mungkin sampai belasan Kilometer.
Memasuki area peternakan, di langkah pertama kita memasuki pintu berterowong, dasarnya terdapat genangan air dan langit-langit terowongan tersebut mempunyai beberapa kran air yang berfungsi untuk menyemprot siapa saja dan apa saja yang memasuki komplek tersebut. Air yang menggenang di lantai bawah dan semprotan air tersebut sudah diberi semacam vaksin guna menjaga kebersihan dari sirkulasi benda-benda yang keluar dan memasuki komplek. Dari proses ‘penyambutan’ tersebut terbayang profesionalisme perusahaan untuk mengamankan ayam-ayam kesayangan mereka dari virus jahat. Entah lah, mungkin di tubuh saya terdapat bakteri jahat yang membahayakan ayam mereka.

Setelah mendaftar di bagian resepsionis kita memasuki pintu utama menuju area khusus untuk pemukiman staff peternakan, di gerbang tersebut terdapat dua pintu, satu khusus untuk masuk dan satu lagi untuk keluar, di pintu masuk terdapat hal serupa ketika kita pertama kali memasuki komplek peternakan, lagi-lagi semprotan antiseptic. Yang menamaniku dalam proses masuk dan penyemprotan otomatis adalah Sudarmono, staff peternakan asal Rembang.
Beberapa waktu menunggu Ari Anglia, teman yang akan saya temui, saya sempat memperhatikan ruangan/mes yang dikhususkan untuk para staff yang bekerja di sana. Untuk ukuran temanku yang jomblo, ruangan tersebut sangat nyaman; kulkas, tv, ac kamar mandi, 2 kamar tidur, ruang tamu dan perabotannya.

Setelah beberapa waktu, akhirnya teman saya datang, melihat saya sudah di dalam mes dan teman saya baru masuk, seolah sayalah tuan rumahnya dan teman saya adalah tamunya :).
Akhirnya kami ngobrol banyak tentang pengalaman dan perjalanan hidup beberapa tahun setelah lulus dari pondok sampai kami bertemu saat itu. Teman saya kuliah di Unisula mengambil jurusan akutansi, dan akhirnya di perusahaan ternak itu dia ditempatkan sebagai bagian statistik di kantor cabang perusahaan internasional tersebut. Gambaran kerjanya tidak jauh dari pendataan, berapa ribu anak ayam masuk, anak ayam meninggal dunia (hahah wafat), jumlah telur keseluruhan, dan semua hitungan yang terkait dengan babon.

Untuk kandang, selain ukurannya luas bingits, suhu kandang juga diseting agar sesuai dengan suhu normal bagi unggas, bisa menyesuaikan secara otomatis. Saya membatin, enak bener nih ayam. Teknologi perkandangan sangat profesional dan menggunakan teknologi kelas tinggi. Ayam-ayam super elit itu juga mendapatkan vaksin yang juga mahal, lebih mahal dari Yakult –sayangi ususmu-. Untuk satu jenis vaksin saja, dengan ukuran belasan mililiter, harganya bisa 1 juta lebih. Padahal jama’ah babon tersebut diberi beberapa varian vaksin agar bertelur secara maksimal.

Sebelum pulang teman saya membuka kulkas yang di dalamnya telur ayam yang super guede. Ukurannya 3 kali ukuran telur pada umumnya, beberapanya malah lebih besar lagi. Tak heran kalau teman saya pernah jatuh karena diterjang babon besar yang dia sinyalir berukuran 5 kg lebih. Biasanya telur-telur yang di luar standar pasar, alias terlalu besar, justru tidak di-packing, karena ranjangnya tidak muat dan mengganggu standaritas pemasokan telur.


Akhirnya, saya pulang. Sebagian telur-telur jumbo tersebut saya jadikan dorprize untuk santriwati, saat pelajaran. Mereka juga terheran-heran karena ada telur ayam sebesar telur angsa.

0 comments:

Post a Comment